PAPFIAS menyerukan boikot film-film Amerika Serikat pada 1960-an.
Hubungan dagang antara pemerintah Amerika Serikat dan China memburuk karena Presiden Donald Trump menaikkan kembali tarif dagang untuk impor produk-produk China dari 54% menjadi 104%. Kebijakan tersebut memantik wacana melarang impor film Amerika Serikat, yang diangkat dua blogger China yang banyak diikuti di negara tersebut.
Mengutip Hollywood Reporter, upaya perlawanan itu dibagikan serentak melalui media sosial oleh editor senior di Kantor Berita Xinhua, Liu Hong dan cucu mantan Ketua Partai Komunis Provinsi Guangdong Ren Zhongyi, Ren Yi.
Sebelumnya, pendapatan impor film Amerika Serikat di China menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir karena selera lokal telah bergeser dari tontonan waralaba Hollywood ke film-film blockbuster berbahasa Mandarin buatan dalam negeri. Pihak berwenang China memegang kendali ketat atas setiap aspek distribusi film di negara tersebut. Mereka telah bekerja keras selama bertahun-tahun meningkatkan konten lokal dengan mengorbankan film impor.
Di Indonesia, ada masa saat film-film Amerika Serikat diboikot. Penggerak awal pemboikotan film-film Amerika Serikat di Indonesia dilakukan Sarekat Buruh Film Indonesia (Sarbufi)—yang kemudian mengganti nama menjadi Sarbufis, dengan huruf “S” yang mewakili seni drama—pada 1955. Yang dilarang, mulanya film-film berita alias newsreel Amerika Serikat sebagai bagian dari sikap antinuklir.
Menurut Krishna Sen dalam buku Kuasa Dalam Sinema: Negara, Masyarakat, dan Sinema Orde Baru (2009), Sarbufis adalah organisasi profesional tertua di Industri film nasional. Organisasi ini dibentuk pada 1951, dan bergaung dengan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) yang terhubung dengan PKI.