close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi fosil Manusia Jawa. /Foto Wikimedia Commons
icon caption
Ilustrasi fosil Manusia Jawa. /Foto Wikimedia Commons
Peristiwa
Kamis, 23 Oktober 2025 11:00

Fakta "Manusia Jawa" yang akhirnya pulang ke Indonesia setelah 130 tahun

Setelah lebih dari satu abad disimpan di Belanda, fosil “Manusia Jawa” temuan Eugene Dubois akhirnya kembali ke Indonesia. Simbol penting dalam sejarah evolusi manusia.
swipe

Lebih dari satu abad setelah ditemukan, fosil “Manusia Jawa”—paeninggalan penting dalam sejarah evolusi manusia—akhirnya akan pulang Indonesia. Setelah 130 tahun disimpan di Naturalis Biodiversity Center, Leiden, Belanda, artefak itu dijadwalkan kembali ke Indonesia bersama 28 ribu fosil lain hasil penggalian Eugène Dubois di Trinil, Jawa Timur.

Naturalis mengumumkan keputusan itu pada 26 September lalu, usai penandatanganan perjanjian antara menteri kebudayaan kedua negara. “Ini momen penting bagi Indonesia, karena mengoreksi ketidakadilan masa lalu,” ujar Bart Braun, juru bicara Naturalis, seperti dikutip dari National Geographic, Kamis (23/10). 

Fosil yang dikenal sebagai “Manusia Jawa” pertama kali ditemukan pada 1891. Eugene Dubois, seorang dokter dan naturalis Belanda, menggali sisa-sisa tengkorak, gigi geraham, dan tulang paha purba menggunakan tenaga kerja paksa di Trinil. 

Penemuan itu menjadi bukti awal bahwa manusia purba pernah hidup di Asia Tenggara, sekaligus memperkuat teori evolusi Charles Darwin yang saat itu tengah menuai kontroversi.

Namun kisahnya berawal jauh sebelum Dubois datang ke Jawa. Pada 1866, pelukis dan bangsawan Jawa, Raden Saleh, mendengar kabar tentang “medan perang para raksasa” di Jawa Timur. Warga setempat menemukan tulang-tulang besar yang diyakini milik raja raksasa Arimba dalam kisah Mahabharata. Setelah meneliti langsung, Saleh menyimpulkan bahwa tulang-tulang itu berasal dari hewan purba.

Temuan itulah yang kelak menarik perhatian Dubois. Gagal menemukan “mata rantai yang hilang” di Sumatra, ia menaruh harapan di Jawa, tempat Raden Saleh menemukan banyak fosil. Keyakinannya berbuah hasil: di Trinil, ia menemukan sisa-sisa hominin yang disebutnya Pithecanthropus erectus atau "kera-manusia yang berjalan tegak".

Baru pada 1950-an, ilmuwan dunia menegaskan bahwa fosil itu adalah bukti pertama spesies Homo erectus—nenek moyang manusia modern. “Bidang studi evolusi manusia lahir di Jawa,” kata Soefwan Noerwidi, paleoantropolog di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Meski begitu, sejak dibawa Dubois ke Belanda pada 1895, fosil itu tak pernah kembali ke tanah air. Upaya diplomatik yang dimulai sejak 1950-an selalu menemui jalan buntu. Baru kini, setelah puluhan tahun perdebatan soal restitusi benda-benda kolonial, Belanda akhirnya sepakat memulangkannya.

Sejarawan dari Open Universiteit, Caroline Drieenhuizen, menyebut pengembalian ini sebagai langkah penting. “Selama ini, museum sejarah alam lolos dari sorotan dekolonial, padahal koleksinya juga lahir dari praktik kolonial,” tulisnya dalam sebuah riset pada 2021.

Naturalis awalnya menolak proposal Indonesia tahun 2022 dengan alasan bahwa fosil berbeda dari benda seni. Namun, setelah tinjauan hukum dilakukan, pemerintah Belanda memutuskan untuk menyerahkan kembali koleksi Dubois ke Indonesia. “Untuk pertama kalinya, argumen hukum menjadi kunci dalam restitusi,” kata Drieenhuizen.

Eugene Dubois./Foto Woudloper/wikipedia.org

Jadi bahan riset

Dari pihak Indonesia, Anton Wibisono, subdirektur Advokasi Kebudayaan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengatakan timnya tengah menyiapkan proses teknis pemulangan. “Kami lebih dari siap menerima spesimen-spesimen ini,” ujarnya.

Museum Manusia Purba Sangiran di Jawa Tengah disebut sebagai salah satu calon rumah bagi koleksi tersebut. Museum itu sudah menyimpan ribuan fosil flora dan fauna purba, termasuk fragmen Homo erectus lain hasil temuan setelah era Dubois.

Peneliti di Max Planck Institute Dwirahmi Suryandari pengembalian ini harus dimanfaatkan untuk memperkuat penelitian, bukan sekadar menambah koleksi pameran. “Kita harus membuatnya hidup kembali lewat riset aktif,” katanya.

Fosil “Manusia Jawa” punya arti simbolis bagi ilmu pengetahuan dunia. Ia pernah dijadikan bukti dalam Scopes Monkey Trial tahun 1925 di Amerika Serikat—sidang yang memperdebatkan sah atau tidaknya teori evolusi di ruang kelas.

Kini, dengan berkembangnya teknologi DNA purba, proteomik, dan pemindaian CT di Indonesia, para ilmuwan lokal memiliki peluang baru untuk menafsirkan ulang peninggalan bersejarah ini. 

“Ketiadaan koleksi Dubois selama ini jadi kehilangan besar bagi sains Indonesia. Kini, kami bisa meneliti kembali warisan itu dengan tangan sendiri... Pengembalian fosil-fosil ini benar-benar terasa membebaskan,” kata Noerwidi.

 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan