Pedoman keadilan restoratif Polri

Polri mengebut penggunaan pendekatan restorative justice (keadilan restoratif) dalam menyelesaikan perkara-perkara pidana.

Ilustrasi penanganan perkara hukum. Alinea.id/Oky Diaz

Polri mengebut penggunaan pendekatan restorative justice (keadilan restoratif) dalam menyelesaikan perkara-perkara pidana. Sejak surat edaran Kapolri nomor SE/2/II/2021 tanggal 19 Februari 2021 terbit, setidaknya ada 1.864 perkara yang diselesaikan tanpa harus sampai ke meja hijau. 

Menurut Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Mabes Polri Kombes Ahmad Ramadhan mayoritas perkara yang diselesaikan menggunakan pendekatan keadilan restoratif ada di tingkat polda. Perkara terbanyak di Polda Jawa Timur (385 kasus), Polda Sumatera Selatan (287), dan Polda Sulawesi Selatan (172). 

"Di Bareskrim (Badan Reserse Kriminal) juga ada 28 kasus yang diselesaikan secara restorative justice," ujar Ramadhan saat berbincang dengan Alinea.id di Gedung Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (8/6).

Selain nomor SE/2/II/2021, sejumlah aturan jadi landasan pelaksanaan restorative justice di antaranya SE Kapolri Nomor 8/VII/2018, surat telegram (ST) Kapolri No. ST/339/II/RES.1.1.1./2021 tentang Pedoman Penanganan Perkara Tindak Pidana Kejahatan Siber yang menggunakan UU ITE, dan surat keputusan (SK) Dirjen Peradilan Umum MA Nomor 1691 tertanggal 22 Desember 2020. 

Dalam SE Kapolri Nomor 8/VII/2018, dijelaskan bahwa pendekatan keadilan restoratif bisa digunakan jika perkara memenuhi syarat materiil dan syarat formil. Syarat-syarat formil yang mesti terpenuhi, semisal perkara tersebut tidak menimbulkan keresahan dan tidak ada penolakan dari masyarakat, tidak berdampak konflik sosial, serta tingkat kesalahan pelaku relatif tidak berat.