Dukungan terhadap Kompol Cosmas Kaju Gae terus mengalir. Hingga Sabtu (6/9), tercatat sudah ada lebih dari 185.000 orang menandatangani petisi menolak pemecatan Kompol Cosmas di laman Change.org. Padahal, petisi itu baru diluncurkan sekira dua hari lalu atau tak lama setelah Cosmas dipecat.
"Kami yang bertanda tangan di bawah ini adalah keluarga besar, masyarakat Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur, serta sahabat dan rakyat kecil yang mencintai keadilan. Kami menyatakan sikap menolak keputusan pemecatan tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Kompol Kosmas Kaju Gae," tulis petisi itu.
Cosmas dikenakan sanksi PTDH setelah dinyatakan bersalah dalam kasus kematian pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan. Affan tewas dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob Polri di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, akhir Agustus lalu.
Kompol Cosmas ialah personel Brimob berpangkat tertinggi yang ada di di dalam rantis itu. Saat peristiwa tersebut, Kompol Cosmas duduk di sebelah pengemudi, Bripka Rohmad. Tak seperti Kompol Cosmas, Bripka Rohmad hanya kena sanksi penurunan jabatan.
Dalam petisi itu, penulis mengakui bahwa peristiwa pelindasan Affan Kurniawan dengan mobil rantis Brimob adalah tindakan yang salah. Namun, mereka berpendapat pemberian sanksi PTDH dinilai terlalu berat dan tidak sebanding dengan pengabdian Cosmas selama ini.
Bagi masyarakat Ngada, kata para penggagas petisi, Kompol Cosmas dianggap sebagai sosok pahlawan yang mengharumkan nama daerah serta memiliki dedikasi tinggi terhadap negara. Apalagi, Kompol Cosmas telah puluhan tahun mengabdi di kepolisian.
"Bahkan, pada saat demonstrasi besar di Jakarta, beliau berada di garda terdepan untuk menyelamatkan banyak orang, termasuk pejabat negara. Bagi kami, beliau adalah pahlawan yang mengharumkan nama daerah dan keluarga besar," tulis keterangan dalam petisi.
Dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), Rabu (3/9) lalu, Kosmas sudah meminta maaf kepada keluarga Affan. Sambil berurai air mata, ia mengatakan tak punya niat untuk mencelakai korban.
Cosmas mengaku baru tahu rantis yang ia kendarai memakan korban setelah pulang ke markas Brimob.
"Demi Tuhan, bukan ada niat untuk membuat orang celaka, tetapi sebaliknya. Namun, peristiwa itu sudah terjadi," ujar Cosmas.
Salah satu penandatangan petisi, Vincent Houston, mengatakan hukuman terhadap Cosmas dirasa terlampau berat. Mengutip pernayataan eks Menkopolhukam Mahfud MD, menurut Vincent, situasi rusuh saat peristiwa terjadi semestinya dipertimbangkan Polri dalam mengadili Kompol Cosmas.
"Pemberhentian secara tidak hormat tidak adil kepada Kompol Cosmas dan kawan-kawan yang berjuang untuk memulihkan keamanan," tulis dia.
Rekam jejak positif
Sebelum diberhentikan, Kompol Cosmas menjabat sebagai Komandan Batalyon (Danyon) Resimen IV Korps Brimob (Korbrimob) Polri. Cosmas terbilang personel Polri yang aktif dan punya rekam jejak yang positif di Korps Bhayangkara.
Sejak 1996, Cosmas mulai aktif bertugas di Polri. Pria asal Kampung Laja, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, NTT itu tercatat pernah ditugaskan di berbagai daerah konflik, mulai dari jadi bagian dari pasukan Garuda di Lebanon, Operasi Seroja di Timor-Timur sebelum merdeka dan ditugaskan di Papua untuk menumpas Tentara Nasional Papua Barat (TNPB).
Dikutip dari Detik, Ketua Ikatan Keluarga Ngada (Ikada) Sipri Radho Toly mengatakan Kompol Cosmas juga pernah bertugas di Poso. "Saat bertugas di Poso ia ditembak di bahu kirinya. Dia menjalankan tugas negara dengan sempurna dan baik," tutur Sipri.
Menurut Sipri, Cosmas berasal dari keluarga relijius. Relasi keluarga besar Cosmas dengan lingkungan sekitar juga sangat baik. Sipri berharap agar Kapolri dan Presiden Prabowo Subianto menimbang kembali sanksi PDTH terhadap Cosmas.
"Perjuangannya demi NKRI hingga tertembak dan darahnya tertetes untuk Bumi Pertiwi ini. Dedikasi dan pengorbanannya sangat besar untuk bangsa dan negara ini," sambung Sipri.