Stigma dan persekusi terhadap LGBT

Di perkotaan, kelompok LGBT lebih terbuka dan diterima karena pendidikan masyarakat sudah tinggi.

Dalam lingkup terkecil, seperti keluarga, kaum LGBT menjadi minoritas dan terstigma. /Pixabay.com

Derajad mengatakan, kelompok LGBT bisa leluasa berkumpul di ruang publik lantaran warga kota sudah menyadari kedudukan, hak, dan kewajibannya. Namun, penerimaan untuk kelompok LGBT itu, menurut Derajad, baru terjadi dalam konteks perkotaan saja.

“Di perkotaan, kelompok LGBT lebih terbuka dan diterima karena pendidikan masyarakat sudah tinggi. Gaya hidup yang individual juga memungkinkan interaksi LGBT makin terbuka,” kata Derajad saat dihubungi, Selasa (29/1).

Oleh karena itu, Derajad mendorong agar desa atau kota yang sedang berkembang, tak lagi memarginalkan warganya. Termasuk kelompok LGBT.

Faktanya, kata dia, ada nilai dan norma sosial yang kerap menghambat pemenuhan hak kelompok-kelompok minoritas.

Sementara itu, Ketua Federasi Arus Pelangi Ryan Korbarri mengatakan, masih banyak sentimen negatif yang dilekatkan publik kepada kaum LGBT. Bahkan, dalam lingkup kecil keluarga, mereka menghadapi banyak risiko penolakan.