Belajar menjinakkan rupiah dari pakar teknologi

Banyak kebijakannya yang jika dipandang oleh ekonom sebagai kebijakan cacat logika.

Fithra Faisal Hastiadi./dok. pribadi

“Kita semua ekonom, harus menjadi lebih rendah hati karena terkadang jawaban atas permasalahan ekonomi justru dihasilkan oleh pendekatan multidisiplin”.

Demikian sentilan Profesor Iwan Jaya Azis dalam sebuah seminar kepada kami, para ekonom. 

Sentilan itu benar adanya. Kebanyakan ekonom terpenjara pada disiplin ilmunya. Kami sering lupa bahwa dunia bekerja bagaikan sebuah sistem yang saling tersambung. Omni channel. Salah satu figur terkemuka Indonesia yang bisa menyatukan pelbagai pendekatan tersebut tak lain dan tak bukan adalah mendiang Bacharuddin Jusuf Habibie yang baru berpulang berbilang hari lalu. Mr Crack!

Sesaat setelah Habibie berpulang, rentetan pesan belasungkawa di grup perpesanan instan bertubi-tubi muncul. Menariknya, ungkapan itu diikuti pelbagai pertanyaan menggantung, namun bernada pujian, tentang bagaimana Habibie berhasil menjinakkan krisis ekonomi pada 1998. Krisis ini bermula dari paket liberalisasi besar-besaran yang terjadi pada 1980-an.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan liberalisasi, karena memang hal ini diperlukan untuk menggenjot perekonomian. Tetapi ibarat rumah, fondasinya harus kuat, jalinan strukturnya harus melekat dan berikat. Liberalisasi memang berbuah hasil di awal 1990-an, sehingga Indonesia bahkan disebut sebagai salah satu keajaiban Asia berkat pertumbuhan ekonominya yang memikat.