Birokrasi dan korupsi

Virus korupsi dan sogok-menyogok memang masih menjangkiti negeri ini, terutama di wilayah birokrasi.

Heri Priyatmoko

Dalam debat perdana paslon capres-cawapres (17/1), kata kunci “korupsi” meluncur dari mulut Joko Widodo sebanyak 11 kali, dan Prabowo 15 kali (Jawapos, 18/1).

Virus korupsi dan sogok-menyogok memang masih menjangkiti negeri ini, terutama di wilayah birokrasi. Tengok saja berapa puluh pejabat publik yang tersandung perkara dan mengenakan rompi orange. 

Merujuk pemikiran Suhartono W Pranoto (2001), secara harfiah birokrasi adalah suatu pemerintahan dari satu meja ke meja lain (le bureau = meja). Artinya, urusan itu tidak kelar di satu meja, kudu melewati beberapa meja.

Timbul persepsi, birokrasi itu berbelit-belit, sukar dilalui serta membosankan. Maka, jurus menyudahi panjangnya rute birokrasi dengan potong kompas, yakni “menembak” puncak birokrasi. 

Kebiasaan tersebut tidak datang secara tiba-tiba. Semua ini berpangkal pada feodalisme. Sistem feodalisme menempatkan raja sebagai pemilik tanah kerajaan dan pimpinan birokrasi pemerintahan tertinggi. Posisi raja terlampau kuat karena memegang kekuasaan tertinggi dan punya setumpuk kekayaan.