Iuran BPJS Kesehatan naik, apakah sudah waktunya?

Bila kenaikan iuran bisa sesuai usulan, maka defisit keuangan BPJS Kesehatan bisa berbalik menjadi surplus Rp17,2 triliun.

Presiden Joko Widodo akan merilis Peraturan Presiden (Perpres) kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Rencananya, kenaikan iuran yang diatur dalam Perpres tersebut akan mengacu pada usulan kenaikan yang sebelumnya disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Komisi XI DPR.

Sri Mulyani mengusulkan iuran BPJS kelas Mandiri I naik 100% dari Rp80.000 menjadi Rp160.000 per peserta per bulan. Lalu, iuran kelas Mandiri II naik dari Rp59.000 menjadi Rp110.000 per peserta per bulan. Kemudian, iuran kelas Mandiri III naik Rp16.500 dari Rp25.500 menjadi Rp42.000 per peserta per bulan.

Sebelumnya, menurut perhitungan Sri Mulyani, bila kenaikan iuran bisa sesuai usulan, maka defisit keuangan BPJS Kesehatan bisa berbalik menjadi surplus Rp17,2 triliun.

Sebetulnya kenaikan sudah terlambat dilakukan dan terlihat dari defisit melambung hingga mencapai Rp19 triliun pada 2019.  Ini karena terhalang tahun politik 2018-2019 sehingga pemerintah menunda kenaikan iuran yang dinilai secara politis tidak populer.

Sudah sejak lama, bahkan sejak BPJS beroperasi, kerap dikeluhkan iuran yang belaku tidak sesuai dengan keekonomian biaya pelayanan kesehatan dan hitung-hitungan aktuaria. Itulah sebabnya kenaikan iuran BPJS yang bertujuan mengurangi defisit kita sambut positif.