Kolom

Ketika AI menjadi kawan, bukan lawan

Di tengah badai AI, lahir pula profesi-profesi baru.

Selasa, 15 Juli 2025 14:50

Mei lalu, Gabriela de Queiroz, Direktur AI Microsoft, beserta timnya, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Alasannya sederhana namun menohok: sistem yang mereka ciptakan kini mampu melakukan pekerjaan mereka dengan lebih efisien. Microsoft, sepanjang tahun 2025 yang baru dijalani setengahnya, telah memecat lebih dari 15.000 karyawan. Kata CEO Microsoft Satya Nadella, alat seperti GitHub Copilot kini mampu menulis 30% kode baru. Ironis, bukan? Mereka yang menciptakan AI kini digantikan oleh ciptaan mereka sendiri.

Saya teringat kisah lama tentang John Henry, pengebor batu legendaris Amerika yang bertarung melawan mesin uap. Ia menang, tapi kemudian mati kelelahan. Kemenangan yang sia-sia. Apakah kita semua akan menjadi John Henry-John Henry modern, berjuang melawan algoritma hingga titik penghabisan?

Kita memang berada di ambang era baru. Seperti smartphone yang menggantikan ponsel biasa, seperti fotografi digital yang menggantikan film, AI akan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan profesional kita. Tidak terhindarkan.

Tapi apakah ini berarti kiamat bagi pekerjaan manusia? Saya ragu. Sejarah mengajarkan bahwa kita selalu menemukan cara baru untuk berkontribusi, menciptakan nilai, dan menemukan makna dalam pekerjaan.

Sejarah memang berulang dengan variasi. Revolusi industri menggantikan tenaga otot, revolusi digital menggantikan tenaga administrasi, dan kini revolusi AI menggantikan tenaga pikir. Tapi setiap gelombang perubahan selalu melahirkan bentuk-bentuk pekerjaan baru yang tak terbayangkan sebelumnya.

Hannie Kusuma Reporter
sat Editor

Tag Terkait

Berita Terkait