Mengembalikan wibawa dan marwah Mahkamah Konstitusi

Ada kecenderungan MK seakan tidak mau peduli dengan penyelenggara pemilu tidak jujur dan tidak adil.

Tim kuasa hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo-Sandiga Uno, pada akhirnya mengajukan gugatan sebagai upaya hukum, atas penetapan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden oleh KPU ke Mahkamah Konstitusi (MK), pada hari terakhir batas pengajuan gugatan yang disyaratkan.

Pengajuan gugatan ini memastikan spekulasi atau informasi yang beredar di tengah masyarakat, beberapa hari sebelum penetapan hasil Pilpres 2019 oleh KPU, jika hasil penetapan KPU tidak sesuai dengan klaim perolehan suara yang dimiliki oleh pasangan capres 02, mereka tidak akan menempuh upaya hukum ke Mahkamah Konstitusi. 

Secara jujur, sungguh sangat mengejutkan mendengar berita dan informasi tersebut. Apa alasannya pasangan capres 02 tidak mau mengajukan upaya hukum ke MK? Padahal upaya hukum ke MK adalah salah satu jalan yang sangat tepat dan konstitusional untuk membuktikan kepastian hukum atas klaim kemenangan yang diperoleh pasangan capres 02. 

Apakah memang MK sudah tidak dipercaya lagi oleh masyarakat? Sehingga masyarakat enggan menyelesaikan masalahnya di lembaga pengawal konstitusi tersebut, akibat beberapa kasus korupsi yang pernah menimpa hakim konstitusi.

Ada alasan lain yang dikemukakan tim BPN untuk tidak mengajukan gugatan ke MK atas penetapan hasil pilres 2019 oleh KPU tersebut. Salah satunya disebabkan pola pikir yang selama ini dianut MK dalam memutus sengketa perselisihan suara di MK. MK tidak peduli dengan pemilu yang jujur dan adil, banyaknya bukti kecurangan bukan faktor yang menentukan dalam memenangkan suatu gugatan, yang dibutuhkan adalah bukti relevan (dengan penambahan/pengurangan suara) dan secara signifikan bisa mengubah hasil pemilu. Bahkan, selisih suara yang banyak adalah kendala besar untuk memenangkan gugatan.