Menggugat independensi dan kemandirian PPI: Impian para periset

Perhimpunan Periset Indonesia harus direvitalisasi supaya mandiri dan independen.

Subarudi, peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN

Pemberian sanksi disiplin bagi para periset marak di lingkungan kerja Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), akhir-akhir ini. Sanksi yang diobral mulai dari yang ringan hingga yang berat. Ada yang dihukum karena lupa mengunggah surat tugas (ST) di laman kehadiran BRIN, ada yang diberikan sanksi moral karena menulis karya tulis ilmiah (KTI) dengan banyak penulis (Subarudi, 2024) dan ada pula yang dipensiunkan dini dari jabatan peneliti ahli utama karena kekeliruan menggunakan atribut kedinasan tertentu saat diberikan ST sebagai tim tenaga ahli.

Hukuman-hukuman yang diberikan berkaitan dengan profesi peneliti, tapi kasus-kasusnya ditangani oleh Majelis Etik BRIN. Sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi), seharusnya dugaan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan para peneliti ditangani Majelis Kehormatan Periset (MKP) dari Perhimpunan Periset Indonesia (PPI), bukan ranah ME BRIN. Tupoksi MKP PPI dan ME BRIN harus disusun sejelas-jelasnya sehingga tidak semua pelanggaran etika harus ditangani oleh ME BRIN. Jika demikian, maka MKP PPI sebaiknya “dibekukan” saja karena sama sekali tidak bekerja. 

Ambil contoh kasus pelaporan pelanggaran etika yang dilaporkan oleh AFW terkait dugaan “pencurian” data dan informasi dari hasil risetnya oleh peneliti lainnya, belum lama ini. Kasus itu sudah dilaporkan ke MKP PPI. Namun, pemeriksaan dugaan pelanggaran itu dilakukan tanpa kehadiran pelapor dan terlapor. Diasumsikan tanpa gelar rapat atau sidang dengan anggotanya-anggotanya, pengurus MKP sudah memutuskan secara personal bahwa tidak ada pelanggaran etika dalam kasus yang dilaporkan AFW (Wahidin, 2024). 

AFW "melawan" dengan melaporkan para pengurus MKP yang terkesan tak serius menangani laporannya. Kasus itu telah bergulir ke ranah Dewan Pengawas. Akan ada pemanggilan kepada sejumlah petinggi pengurus PPI. Salah seorang anggota Dewan Pengawas PPI membenarkan sidang etik terkait kasus dugaan pencurian data yang dilaporkan AFW digelar tanpa kehadiran pihak pelapor. 

Sesuai AD/ART pembentukan DPP PPI, unit MKP PPI itu terdiri dari ketua, sekretaris dan tiga anggota lain yang dibentuk dengan jumlah ganjil. Seharusnya MKP PPI merupakan pengadil yang bijaksana dalam kasus-kasus terkait pelanggaran etika periset. Namun, itu tak ditunjukkan MKP PPI. Pengurus MKP seolah menjadi persoalan dan beban di lingkup pengurus PPI Pusat. Terlebih, salah seorang pengurusnya juga pernah kena sanksi moral dalam sebuah kasus di media sosial (Setuningsih, 2023).