Nasib jemari di tahun politik

Sudah sejak lama, misalnya, kode jari sebagai penanda nomor urut parpol atau pencalonan tertentu dianggap sebagai media paling strategis

Sekitar sebulan lalu, penulis sempat mengernyitkan dahi kala melihat unggahan salah satu keponakan perempuan di Instagram. Posenya memang standar. Tapi, gestur jari tangan yang ditunjukkan cukup bikin senewen orang awam.

Tangannya ke depan, sementara ibu jari dan telunjuk separuh disilangkan. Sekilas, semacam hendak dijentikkan. 
Bagi orang-orang yang lahir sebelum tahun 2000-an, barangkali langsung menyangka itu adalah kode meminta uang. Ternyata, bukan. Setelah dikonfirmasi, konon, tingkah itu disebut finger heart, sebuah kode cinta kekinian yang pertama kali dimasyhurkan artis-artis di Korea Selatan (Korsel).

Sampai di sini, tak salah jika Negeri Ginseng dianggap selalu berhasil menebar propaganda lewat budaya. Perkara kode jemari saja, bisa bikin orang sepakat menggeser makna tanpa sekalipun melakukan rapat.

Selebihnya, aksi tunjuk jemari di babak-babak tertentu memang riskan. Terlebih, di ranah perpolitikan. Sekali saja salah unjuk, bisa-bisa menimbulkan masalah berkepanjangan.

Bahasa jari