Peran BUMN sebagai motor pembangunan, fiksi atau nyata?

BUMN belum memberikan pengaruh signifikan terhadap kekuatan ekonomi Indonesia dengan multiplier effect-nya.

Arif Rahman

Masalah pelik BUMN menjadi perhatian serius oleh pemerintahan Jokowi di periode kedua ini, yang diyakini menjadi salah satu sumber masalah defisit transaksi berjalan. Apalagi BUMN sebagai wujud dari Pasal 33 UUD 1945, selain berorientasi profit, juga bertanggung jawab terhadap kemakmuran segenap masyarakat melalui aspek pembangunan ekonomi.

Sejarah BUMN tidak bisa lepas dari sejarah kemerdekaan Indonesia, yang lahir dari semangat kemandirian dan melepaskan diri dari keterjajahan ekonomi. Namun sayangnya semangat untuk mandiri belum juga terlaksana dengan baik sejak perusahaan-perusahaan penjajah dinasionalisasi menjadi BUMN.

Ada beberapa poin yang menjadi catatan soal pengaruh BUMN yang belum optimal terhadap kemakmuran segenap masyarakat ini : 1. Keterjangkauan harga jual, 2. Kontributor keuangan, dan 3. Sebagai agen pembangunan.

Dalam perjalanannya, sejarah mencatat terjadinya inefisiensi besar-besaran dengan utang yang menggunung dan puncaknya padam pada 1998. Pada saat itu terjadi krisis ekonomi dan BUMN sebagai motor perekonomian tidak mampu menghadapi perubahan zaman dalam persaingan global dengan penerapan good corporate governance.

Indonesia mengalami krisis akibat perilakunya sendiri, dengan kesadaran penuh menerbitkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 yang mengatur secara detail tentang BUMN. Restrukturisasi, privatisasi, dan deregulasi menjadi kata-kata yang sering digunakan dalam rangka efisiensi produksi.