Pilpres dan politik stigma

Apa yang disematkan kepada Prabowo, juga Joko Widodo, dalam perspektif komunikasi politik masuk kategori manipulating image.

Analis Komunikasi Politik Universitas Telkom Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik

Isu ritmis yang hingga hari ini mengemuka setiap perhelatan demokrasi diulang, adalah politik stigma, Prabowo Subianto tidak pernah absen dari isu pelanggaran HAM, dan kini bertambah isu Khilafah. Sementara Joko Widodo sejak Pilpres 2014 terhembus isu Partai Komunis Indonesia (PKI), juga terpapar isu sebagai petugas partai sebagaimana merujuk pada statemen Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri.

Politik stigma adalah aktifitas propaganda yang menggunakan sentimen penamaan negatif terhadap ketokohan, kelompok, dan afiliasi politik. Hal paling mudah menjelaskan konsep ini adalah labelling identitas kepada Prabowo Subianto dan Joko Widodo sebagaimana uraian paragraf di atas.

Politik stigma tidak selalu benar, sebaliknya ia juga tidak selalu salah. Hanya saja politik stigma berhadapan dengan etika politik, stigmaisasi politis cenderung mencederai nilai etis.

Pelanggar Hak Azasi Manusia (HAM) –yang rutin dituduhkan pada Prabowo— rujukannya adalah kerusuhan 1998. Setidaknya, ini kali ketiga keterlibatannya dalam kontestasi nasional, mencoba ikut serta dalam regenerasi kepemimpinan mekanistik.

Dan, tentu untuk ketigakalinya Prabowo kembali menerima kenyataan propaganda sebagai penculik akan ia hadapi secara intens.