Potensi TikTok mengubah wajah politik Indonesia

Cukup banyak politikus yang terang-terangan menggunakan TikTok dalam mengelola personal brandingnya.

Glenn Jolodoro

Ledakan generasi TikTok

Ramalan George Washington pada 1788 mengatakan bahwa: “Ada saatnya di mana Amerika menjadi negeri yang paling disukai dibanding negeri manapun untuk kaum yang produktif dan ekonomis.” Ucapan itu mengacu kepada semangat dan komitmen Amerika untuk menjamin sarana penghidupan bagi seluruh lapisan masyarakat berdasarkan kesetaraan.

228 tahun kemudian, pada 2016, Alex Zhu (VP produk di  Bytedance, perusahaan pengembang TikTok) menggemakan sentimen di atas dalam konteks membangun media sosial baru. TikTok menjadi  platform yang bisa dinikmati secara horizontal tanpa memandang strata ekonomi, di mana selama ini platform media sosial pendahulunya menyajikan kekakuan antara si kaya dan si miskin, si hebat dan si lemah, dan seterusnya.

Dengan TikTok, Anda tidak perlu memiliki banyak follower agar video  Anda populer. Anda juga tidak perlu memiliki Lamborghini agar Anda disukai banyak orang. Anda cukup menjadi orang yang bisa menghibur. Mereka tidak peduli siapa Anda, atau seberapa sial hidup Anda.

Dengan gagasan ini, TikTok menjelma menjadi platform yang sangat populer. Hanya butuh 5 tahun bagi TikTok untuk bisa menyaingi platform media sosial pendahulunya. Saat ini TikTok digunakan lebih dari 1,4 miliar pengguna aktif di seluruh dunia. Di Indonesia, pengguna TikTok berada di urutan ke-4 di atas Twitter dan Pinterest.