Agar tak terjebak dengan misinformasi kesehatan di media sosial
Misinformasi kesehatan di media sosial bisa berdampak serius dan berbahaya. Karena konten kesehatan di media sosial sering disampaian dengan gaya santai seperti mengobrol dengan teman, nasihat yang terdengar meyakinkan bisa saja malah menyesatkan.
Yang perlu diingat, banyak influencer kesehatan di TikTok, Instagram, atau YouTube dibayar untuk mempromosikan produk, layakan, atau informasi tertentu. Hal itu dapat memengaruhi pesan yang mereka sampaikan, bahkan jika mereka tak secara langsung menjual sesuatu.
Selain itu, tak aman menerima nasihat medis dari seseorang yang tak mengetahui riwayat kesehatan kita. Apa yang berhasil untuk satu orang belum tentu cocok untuk orang lain. Tenaga kesehatan juga secara hukum dilarang memberikan nasihat medis kepada orang yang bukan pasiennya.
Mendeteksi informasi medis yang salah di media sosial bukan hal yang mudah, terutama ketika kita sedang tak waspada. Informasi kesehatan sering kali bersifat kompleks dan sulit dipahami tanpa dasar pengetahuan medis.
Studi yang diterbitkan pada 2024 menunjukkan, kurangnya pengetahuan kesehatan dan literasi digital bisa membuat seseorang lebih rentan terhadap misinformasi kesehatan.
Menurut Healthline, bakal jauh lebih mudah mengenali misinformasi kesehatan di media sosial, jika kita tahu tanda-tanda yang perlu diwaspadai, sebagai berikut.
Bertentangan dengan konsensus medis
Beberapa influencer menggunakan nada konspiratif dan menyebarkan “informasi rahasia” seperti pengobatan untuk penyakit yang belum ada obatnya. Ini jelas tanda misinformasi. Walaupun terobosan medis memang bisa terjadi, hasil penelitian ilmiah tidak pernah dirahasiakan. Penemuan penting akan dipublikasikan di jurnal ilmiah dan dilaporkan oleh media profesional.
Jika seseorang membagikan “informasi rahasia” yang tidak bisa Anda temukan di sumber resmi, kemungkinan besar itu informasi palsu. Bahkan, beberapa orang mungkin dibayar untuk menyebarkan misinformasi.
Klaim obat atau penyembuh ajaib
Jika seseorang mempromosikan “penyembuhan ajaib”, biasanya ada kepentingan finansial di baliknya. Selalu berhati-hati dan konsultasikan dengan tenaga kesehatan sebelum mencoba produk, diet, atau rutinitas baru.
Sebagian besar penyakit membutuhkan waktu untuk pulih secara alami, penurunan berat badan memerlukan perubahan pola makan dan aktivitas jangka panjang, dan tidak ada satu metode pun yang bisa memberikan hasil instan. Jika sesuatu terdengar terlalu bagus untuk jadi kenyataan, besar kemungkinan itu adalah misinformasi.
Konten yang disponsori merek
Hati-hati terhadap influencer yang mempromosikan produk kesehatan. Banyak dari mereka dibayar untuk melakukannya. Meski konten berbayar biasanya ditandai, kerja sama dengan merek tetap bisa memengaruhi pesan yang disampaikan.
Waspadai jika influencer merekomendasikan produk yang berpotensi berbahaya, seperti suplemen herbal atau vitamin tertentu. Produk ini bisa berinteraksi dengan obat lain atau tidak aman untuk kondisi tertentu.
Tak ada sumber atau salah menafsirkan sumber
Waspadalah terhadap informasi medis yang tidak mencantumkan sumber. Kecuali berasal dari lembaga kesehatan resmi atau dokter berlisensi, kebanyakan influencer kesehatan tidak menyertakan referensi ilmiah. Tanpa sumber, kita tidak bisa memverifikasi kebenaran klaim tersebut.
Bahkan, ada yang menafsirkan penelitian secara keliru atau menggunakan sumber yang tidak kredibel untuk memperkuat pendapatnya. Karena itu, carilah informasi dari pihak yang memahami metodologi ilmiah dan mampu menjelaskan hasil penelitian dengan benar.
Konten emosional
Jika sebuah konten kesehatan terasa dirancang untuk membangkitkan emosi kuat, seperti takut, marah, atau sedih, waspadalah. Bisa jadi itu tanda misinformasi. Menurut American Psychological Association (APA), orang lebih mudah membagikan misinformasi jika informasi itu sesuai dengan pandangan atau norma sosial mereka, terasa baru atau menarik, dan menimbulkan reaksi emosional yang kuat.
Di sisi lain, kita bisa mempercayai konten dari akun media sosial milik organisasi kesehatan tepercaya, seperti World Health Organization (WHO), Centers for Disease Control and Prevention (CDC), dan National Health Service (NHS).
Banyak dokter kini juga aktif di media sosial untuk meluruskan misinformasi dan membagikan informasi kesehatan yang akurat. Namun, pastikan siapa pun yang Anda ikuti, bahkan tenaga medis, menyampaikan informasi berbasis riset dan memiliki izin praktik yang masih berlaku.
Ingat, tenaga kesehatan profesional dapat memberikan informasi umum, tetapi tidak boleh memberikan nasihat medis pribadi di media sosial. “Tidak semua rekomendasi cocok untuk setiap orang, jadi selalu konsultasikan dengan ahli yang memahami riwayat kesehatan pribadi Anda,” tulis Healthline.
“Hindari pula informasi dari tenaga kesehatan yang sudah dicabut izin praktiknya.”


