Setelah satu juta kasus corona

Pendekatan ilmiah dari kalangan terpelajar adalah strategi utama memenangkan perang wacana di media massa.

Muhammad Sufyan Abdurrahman

Publikasi Alinea.id awal Februari ini menyebutkan, Presiden Jokowi menilai gagalnya pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat/PPKM Jawa-Bali periode pertama 11-25 Januari (https://www.alinea.id/nasional/epidemiolog-ui-kpc-pen-gagal-bubarkan-saja-b2cxM90Ay). 

Ini selaras, antara lain, dengan data miris bahwa kasus positif tembus 1 juta di Indonesia (pertama di Asia Tenggara) justru terjadi saat PPKM perdana tersebut. Aspirasi karantina wilayah yang digariskan Pasal 54 UU No.6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan pun mulai nyaring disuarakan. Meskipun realistis, akan tetapi kemungkinan penerapannya kecil dikarenakan terbatasnya anggaran pemerintah dan ekonomi masyarakat.

Pada posisi yang tak terus membaik ini, ada baiknya mengevaluasi sekaligus menimbang langkah sisi kehumasan digital (digital public relations/DPR) sebagai salah satu opsi menekan penyebaran pandemi manakala lockdown sulit diterapkan.

Pertama, pemerintah harus konsisten pada perencanaan program humas yang telah ditetapkan. Janganlah mudah berubah-berubah hanya terkena tekanan internal/eksternal. Pelbagai definisi utama public relations selalu menekankan kata terencananya program dalam berhubungan dengan masyarakat (Cutlip, 2003 & Ardianto, 2002).

Tetapi kita malah makin sering temukan betapa cepat berubahnya terma kehumasan yang digunakan pemerintahan. Bahkan, istilah PPKM sendiri adalah hasil revisi dari kata PSBB yang disiarkan saat konferensi awal pada Januari.