Berkaca dari kasus Bahrul Walidin pimred Metro Aceh, 6 pasal UU ITE mengancam jurnalis

AJI dua tahun terakhir mencatat empat kasus UU ITE dari tahun 2020 sampai 2021.

ilustrasi. ist

Sepanjang tahun 2021, terdapat setidaknya 44 perkara yang dikoordinasikan antara Kepolisian Republik Indonesia dengan Dewan Pers terkait dengan dugaan pelanggaran UU ITE.

UU ITE ialah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang—Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Dari latar belakang itu, Dewan Pers mengajak publik berdiskusi hibrid untuk membahas proses kerja jurnalistik di penghujung tahun 2021 lalu. Tayangan diskusi tersebut telah disiarkan secara luas di media sosial.

"Kalau kita berbicara undang-undang sebenarnya kemerdekaan pers kita sudah mendapat jaminan yang sangat baik melalui Undang-undang Pers. Itu jaminannya cukup kuat. Tapi memang masih terdapat regulasi-regulasi yang lain, yang ini kemudian mengancam membelenggu kerja-kerja jurnalis. Salah satunya, yaitu UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik)," kata ketua AJI (Aliansi Jurnalis Independen), Sasmito Madrim.

Memaparkan telaah 'Dampak Kriminalisasi UU ITE terhadap Jurnalis', Madrim menguraikan bahwa AJI bergabung dengan sebuah koalisi, termasuk LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Pers juga. Koalisi itu sudah membuat kertas posisi terkait UU ITE. Ada beberapa pasal yang disisir, yang disampaikan ke pemerintah supaya direvisi dan dihapus, terutama untuk pasal-pasal 'karet' yang selama ini membelenggu profesi jurnalis.