Deideologisasi media di mata Rektor Unissula Prof Gunarto

Dulu, media mainstream menguasai dunia kewartawanan. Sekarang, media cetak hanya menguasai 4%.

Ilustrasi media cetak. Foto Pixabay

Posisi dunia kewartawanan dan media hari-hari ini sangat strategis. Wartawan dan media tidak hanya berfungsi memberi hiburan dan pendidikan. Tapi yang lebih penting ialah wartawan dan media menampilkan diri sebagai penegak kebenaran dan keadilan. Salah satu contohnya, wartawan Udin, yang mengungkap kasus korupsi Bupati Bantul, sehingga ia dibunuh dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. Ruh Udin selalu hidup sampai kapanpun di dunia kewartawanan dan media.

Disrupsi teknologi telah menjadi tantangan bagi media massa. Hasil survei Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020 menunjukkan terjadi pergerseran. Dulu, media mainstream menguasai dunia kewartawanan. Sekarang, media cetak hanya menguasai 4%. Media televisi masih mendominasi dengan 49,5%. Lalu media sosial angkanya sudah sangat tinggi 20,3%. Sementara situs web pemerintah 15,3%, media online 7%, dan media lainnya 3,9%.

Media massa kini memiliki dua tugas besar yang penting, sebagai industrialisasi pers, tapi di sisi lain menjadi sarana hiburan, pendidikan, dan penegakan kebenaran dan keadilan. Tantangan hari ini berbeda dengan masa lalu, yang dihadapi media massa adalah lebih banyak kepada bagaimana eksistensi atau tumbuh berkembangnya media-media massa di tengah terjadinya disrupsi teknologi digital yang sangat kuat.

"Media massa perlu melakukan kritik yang mendalam, supaya fungsi media massa itu tetap berperan sebagai hiburan, pendidikan, dan penegakan kebenaran dan keadilan," kata rektor Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Prof. Gunarto dalam talkshow refleksi Hari Pers Nasional, Rabu (16/2/2022).

Menurut Prof. Gunarto, pemanfaatan atau kontribusi wartawan dan media pada era digital ini menyangkut apa yang disebutnya sebagai deideologisasi media. Ideologi media mengalami pergeseran yang sangat tajam. Di satu sisi media selalu berjuang untuk menjalankan fungsi-fungsinya sebagai hiburan bagi masyarakat, pendidikan, dan penegak kebenaran dan keadilan. Tapi di sisi lain, muncul satu peradaban baru di mana media mengalami deideologisasi yang lebih bersifat pragmatisme. Sehingga muncul satu fenomena bahwa pemberitaan itu tidak berbasis pada fakta, tapi berlandaskan pada setting sosial yang diinginkan oleh para industrialis di media.