Krisis talenta timbulkan tantangan baru untuk pemulihan industri kehumasan

Siapa pun yang sedikit-banyak akrab dengan tantangan pandemi industri PR tahu bahwa kesehatan mental seperti nyanyian yang tidak surut.

ilustrasi. foto Pixabay

Industri kehumasan (PR/Public Relations) berharap Covid-19 dapat diatasi seperti semua kemerosotan ekonomi lainnya, tetapi penguncian selama berbulan-bulan telah berkontribusi pada kondisi yang menantang ketika harus merekrut dan mempertahankan staf.

Siapa pun yang sedikit-banyak akrab dengan tantangan pandemi industri PR tahu bahwa kesehatan mental seperti nyanyian yang tidak surut. Dan seharusnya memang tidak. Ongkos kerja tanpa jeda, sinkronisasi tanpa akhir dan pertemuan Zoom, isolasi dan ketidakmampuan untuk mengekspresikan atau mengartikulasikan efeknya, adalah nyata. Semua orang tahu dan merasakannya. Sebagian besar dari kita menyeringai dan menanggungnya, dan beberapa, seperti Naomi Osaka dan Simone Biles, sudah biasa mengekspresikannya.

Teman-teman dan kolega di industri PR tahu betul tekanan kinerja, menyeimbangkan banyak hubungan, dan penyampaian layanan. Selain itu, mengawasi staf, mengelola tanggung jawab laba-rugi (P&L/profit and loss), dan pada saat yang sama memenuhi tanggung jawab keluarga selama pandemi telah menciptakan kelelahan mental yang luar biasa pada pekerjaan yang sudah membuat stres. Banyak yang mulai mempertanyakan: apa itu bernilai?

'Lilianna' (bukan nama sebenarnya), yang bekerja di layanan akun di Jakarta mengatakan bahwa dia merasa lebih sulit untuk memotivasi dirinya sendiri untuk melayani klien, mengembangkan ide kampanye yang inovatif, mengejar angka, dan menuai hasil. Dia juga khawatir akan ayahnya yang hidup sendiri dan yang tidak dia kunjungi selama setahun terakhir. Dia menyatakan kelelahan ekstrem dan keletihan mental dan telah mempertimbangkan untuk mengundurkan diri. “Kita semua bekerja untuk membayar tagihan kita, tetapi jika mendapatkan penghasilan dapat memengaruhi kesehatan mental kita, apakah itu sepadan?” dia bertanya.

Lilianna tidak sendirian merasakan hal ini. Kelelahan mental sudah dirasakan secara menyeluruh, terlepas dari negara asal atau tingkat senioritas. Sebagian alasannya terletak pada PR yang biasanya dipandang, terutama di tingkat pemula dan menengah, sebagai upah minim dibandingkan dengan profesi di industri kreatif, digital dan media, di mana bayaran bisa jauh lebih tinggi.