Kualitas jurnalisme Indonesia dalam ancaman Google dan Facebook

Kekalahan perusahaan media untuk bersaing dengan Google dan Facebook membuat mereka harus menekan biaya liputan.

Ilustrasi google./ pixabay.com

Jurnalis senior Andreas Harsono menyarankan perusahaan news media untuk mencari strategi pendanaan alternatif di luar iklan, untuk menopang hidup perusahaan. Menurutnya, hal ini disebabkan pendapatan dari iklan media massa di Indonesia yang lebih banyak dikuasai raksasa dunia maya, Google dan Facebook. 

Dia menyebut, penguasaan kue iklan media oleh Google dan Facebook mencapai 60%. Selain pemasukan menjadi berkurang, hal ini dikhawatirkan akan semakin menurunkan kualitas produk jurnalistik di Indonesia.

“Anggaran redaksi menjadi berkurang, juga membuat gaji jurnalis dan alokasi untuk biaya peliputan menjadi minim. Belum pula berefek pada biaya untuk pelatihan bagi jurnalis,” ujar Andreas saat menghadiri seminar "Tantangan Jurnalisme di Era Digital" di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (6/8).

Andreas mencontohkan besaran gaji jurnalis surat kabar di Jakarta. Pada 25 tahun lalu, kata dia, angkanya rata-rata 550% dari upah minimum regional (UMR). “Tapi sekarang, hanya sekitar 150% dari UMR,” katanya.

Peneliti Human Right Watch Indonesia ini pun menyinggung wacana perlu-tidaknya pembatasan akses atau pemisahan antara Facebook dan Google. Selama ini, Facebook menguasai pengelolaan informasi pada aplikasi media sosial Facebook, Instagram, dan WhatsApp. Sementara Google menguasai pencarian di dunia maya dengan mesin pencarinya, Youtube, dan beragam aplikasi lainnya.