Jelang pemilu, media sosial tingkatkan polarisasi politik

Kini media sosial dapat digunakan sebagai alat untuk memahami suasana hati publik. 

(kiri) Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia Allastar Cox, (tengah) koresponden Australian Broadcasting Corporation (ABC) News untuk Indonesia David Lipson, (kanan) dan jurnalis politik senior Harian Kompas Antony Lee dalam diskusi publik di Hotel Kosenda, Jakarta, Kamis (20/12). Alinea.id/Valerie Dante

Indonesia dan Australia sama-sama tengah menjalani tahun politik. Pasalnya, pada tahun depan kedua negara akan menggelar pemilu. 

Menjelang pemilu, media massa memiliki peran politik yang besar sebagai sarana informasi publik. Tidak hanya media massa, dalam era digital, media sosial pun berperan signifikan dalam memengaruhi diskursus publik.

"Di media sosial yang dibagikan biasanya adalah hal-hal yang ekstrem dan sangat memiliki keberpihakan. Bisa dibilang ini adalah bagian dari alasan adanya polarisasi politik," tutur koresponden Australian Broadcasting Corporation (ABC) News untuk Indonesia David Lipson dalam diskusi publik 'Media and Politics: An Exercise in Democracy' di Hotel Kosenda, Jakarta pada Kamis (20/12).

Lipson menyebut media sosial kini menjadi semacam lingkungan untuk meneguhkan keyakinan atau pendirian yang sudah dipegang oleh masing-masing individu atau kelompok. Makin banyak orang yang menyaring informasi yang hanya selaras dengan keyakinan atau pendirian mereka.

Bagi Lipson, hal tersebut akan berimbas pada demokrasi dan dapat menumpulkan pemikiran masyarakat.