Publisher rights dan perang Meta vs media

Di berbagai negara, Meta menolak eksistensi publisher rights dengan ancaman pemblokiran konten berita.

Ilustrasi media sosial. /Foto Pixabay

Bertepatan dengan puncak peringatan Hari Pers Nasional di Ecovention Hall, Ecopark, Ancol, Jakarta, Selasa (20/2) lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi merilis Peraturan Presiden tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas atau yang juga kerap disebut Perpres Hak Cipta Penerbit (publisher rights). 

"Perpres ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengurangi kemerdekaan, kebebasan pers. Saya tegaskan bahwa publisher rights ini lahir dari keinginan dan inisiatif insan pers. Kita juga ingin memastikan keberlanjutan industri media nasional,” ujar Jokowi.

Isi perpres memandatkan pembentukan sebuah komite yang ditugasi untuk menjembatani media nasional yang terverifikasi dengan beragam platform digital atau media sosial yang beroperasi di Indonesia. Harapannya ada kerja sama yang saling menguntungkan antara platform digital dan media massa. 

"Kita ingin kerja sama yang lebih adil antara perusahaan pers dengan platform digital. Kita ingin memberikan kerangka umum yang jelas bagi kerja sama perusahaan pers dan platform digital," kaa mantan Gubernur DKI Jakarta itu.  

Sehari setelah perpres itu dirilis, Direktur Kebijakan Publik Asia Tenggara untuk Meta, Rafael Frankel mengelar konferensi pers daring di Jakarta. Frankel mengaku sudah berkonsultasi dengan pemerintah Indonesia terkait isi pepres itu.