Strategi komunikasi publik untuk cegah disinformasi

Kominfo melakukan beberapa langkah untuk mengurangi atau mencegah disinformasi, yaitu edukasi atau literasi media.

ilustrasi. foto Pixabay

Di era reformasi sekarang ini dibandingkan dengan era sebelumnya atau era Orde Baru, ada transformasi atau perubahan besar dalam komunikasi publik. Sebelumnya, di zaman Orde Baru, komunikasi publik tersentralisasi di Departemen Penerangan, tetapi sekarang di era Reformasi yang lebih demokratis komunikasi publik terdesentralisasi, terdistribusi atau terbagi-bagi, terserak di semua Kementerian, lembaga pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Ini menciptakan tantangan sendiri dalam komunikasi publik.

Hal itu disampaikan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, dalam keterangan pers di penghujung tahun.

Usman menginformasikan tentang perubahan bentuk distribusi informasi dan upaya untuk mencegah beredarnya informasi yang keliru atau disinformasi di tengah pandemi Covid19.

"Karena itu Presiden pada tahun 2000-2015 mengeluarkan Instruksi Presiden, yang menyebutkan perlunya ada semacam narasi tunggal dalam komunikasi publik pemerintah, yang Kominfo dan khususnya Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik menjadi orkestrator dalam komunikasi publik pemerintah. Tantangan itu juga yang kita hadapi dalam mengkomunikasikan kepada publik program-program penanggulangan Covid-19 melalui pemulihan kesehatan dan pemulihan ekonomi," katanya.

Dirjen IKP Kemkominfo menyebutkan bahwa disinformasi marak di media sosial dan Kominfo dalam hal ini bertugas sebagai leading sector dalam menanggulangi berbagai bias informasi. Kominfo melakukan beberapa langkah untuk mengurangi atau mencegah disinformasi, yang pertama, tentu saja edukasi atau literasi media.