Tuntut cabut UU Cipta Kerja, 28 organisasi buruh desak negara lindungi pekerja migran

Jaringan Buruh Migran beberkan dampak UU Cipta Kerja.

Sejumlah TKI pekerja konstruksi di Malaysia/Foto Antara/Agus Setiawan.

Jaringan Buruh Migran (JBM) menilai, pengundangan Undang-Undang (UU) Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah mencederai dan mengabaikan suara rakyat.

UU Cipta Kerja juga dinilai sebagai bukti negara melepaskan diri dari tanggung jawab perlindungan buruh migran. Pasalnya, regulasi ‘sapu jagat’ ini dianggap justru mengendorkan pengawasan pada aktor swasta yang sering melanggar hak buruh migran dalam setiap tahapan.

Menurut JBM, UU 11/2020 ini tidak sesuai dengan prinsip dalam Pasal 6 Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik karena banyak aturan berbenturan. Bahkan, berpotensi merampas hak atas hidup, karena melanggar aspek hak atas pekerjaan dalam Pasal 7 Kovenan Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Misalnya, terkait kondisi kerja dan upah yang adil, serta penghidupan yang layak.

Disisi lain, lanjut JBM, juga merupakan langkah mundur perlindungan pekerja migran sebagaimana dalam Konvensi Migran Tahun 1990 yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

Untuk itu, JBM menuntut agar Omnibus Law UU Cipta Kerja dicabut, dan meminta pemerintah segera menerbitkan aturan turunan UU PPMI (Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) dan mewujudkan jaringan pengaman perlindungan PMI di tengah pandemi Covid-19.