2.674 ASN berstatus inkracht dalam kasus korupsi

Mendagri bersama KPK dan BKN sepakat untuk terus menjaga integritas para ASN dengan mengembalikan marwah negara.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (kedua kiri), Ketua KPK Agus Rahardjo (kedua kanan), Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana (kiri) dan Sekretaris Kementerian PANRB Dwi Wahyu Atmaji (kanan) saling bertumpu tangan] usai konferensi pers terkait penegakan hukum di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN) di gedung KPK, Jakarta, Selasa (4/9)./Antara Foto

Masih banyak Aparatur Sipil Negara (ASN) yang telah terpidana korupsi, tetapi belum diberhentikan oleh Badan Kepegawaian Nasional (BKN). Selain itu, dari hasil Pendataan Ulang Pegawai Negeri Sipil (PUPNS) pada 2015, BKN menemukan 97.000 ASN yang tidak mengisi PUPNS. Alasannya karena ASN tersebut terlibat perkara tindak pidana korupsi (tipikor), dan karena sebab lainnya.

Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, mengatakan, hasil penelurusan data dari Dirjen Pas Kemenkumham sejumlah 7.749 ASN telah diverifikasi dan validasi terlibat tipikor. Dimana, 2.674 ASN yang terlibat tipikor, putusan pengadilannya sudah inkracht. Sementara 317 ASN telah diberhentikan dengan tidak hormat dan 2.357 masih aktif.

Menanggapi itu, Mendagri Tjahjo Kumolo mengaku segera melakukan tindakan tegas kepada ASN yang terlibat dalam perkara korupsi.

“Penegakan sanksi ini sangat terkait dengan komitmen Kepala Daerah selaku PPK, dan Sekretaris Daerah selaku pejabat yang berwenang dalam proses manajemen ASN. Upaya konkretnya kepala daerah harus mempercepat pemberian sanksi administratif berupa pemberhentian tidak dengan hormat terhadap ASN yang telah inkracht tipikor,” kata Tjahjo, Selasa (4/9).

Badan Kepegawaian Daerah (BKD) juga diminta aktif memberikan laporan berkala terhadap data ASN yang telah inkracht kasus tipikornya.  Sekaligus mewajibkan pemerintah daerah melalui Inspektorat dan Badan Kepegawaian Daerah untuk melaporkan secara berkala dan berjenjang data ASN yang telah inkracht tipikor. Melalui upaya ini, negara berharap tidak dirugikan dua kali karena ulah para ASN yang melakukan korupsi.