Wamenkumham jelaskan alasan tidak hapus pasal penghinaan dalam draf RKHUP

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menguji dan menolak gugatan pasal terkait penghinaan terhadap pemerintah tersebut. 

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej. Foto kemenkumham.go.id

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Sharif Omar menjelaskan alasan pemerintah tidak menghapus atau tetap mempertahankan pasal, terkait penghinaan terhadap pemerintah dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Padahal, pasal tersebut mendapat banyak penolakan dari masyarakat. 

Menurut Eddy, sapaan akrabnya, pasal tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Selain itu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menguji dan menolak gugatan pasal terkait penghinaan terhadap pemerintah tersebut. 

"Kalau MK menolak kira-kira bertentangan dengan konstitusi atau tidak? Tidak kan!," ujar Eddy di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/6).

Setidaknya ada 14 poin krusial di dalam draf RKUHP. Di antaranya adalah penjelasan mengenai The Living Law (hukum yang hidup), pidana mati, penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib, dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin.

Kemudian, unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih, contempt of court, advokat curang yang diusulkan untuk dihapus.