Amnesty: Diskriminasi terhadap warga Papua kian parah

Setidaknya ada 69 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan di Papua pada periode Januari 2010-Februari 2018.

Sejumlah aktivis menunjukan bingkai foto masyarakat Papua usai memberikan keterangan pers di Kantor Kontras, Jakarta, Selasa (20/8). /Antara Foto

Kasus-kasus diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap warga Papua cenderung naik angkanya. Menurut catatan Amnesty International Indonesia, kekerasan dan diskriminasi terhadap penghuni Bumi Cendrawasih makin menjadi-jadi sejak sepuluh tahun terakhir. 

Salah satu indikatornya ialah jumlah pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing) yang terjadi di tanah Papua. Manajer Riset Amnesty International Indonesia Papang Hidayat, setidaknya ada 69 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan di Papua antara Januari 2010 sampai Februari 2018.

"Kasus ini telah memakan 95 korban jiwa. Dalam 34 kasus, para tersangka pelaku berasal dari kepolisian, dalam 23 kasus pelaku berasal dari militer, dan dalam 11 kasus kedua aparat keamanan itu diduga terlibat bersama-sama," ujar Papang di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Jakarta Pusat, Selasa (20/8).

Ironisnya, pemerintah seolah tutup mata terhadap peristiwa-peristiwa tersebut. Yang paling gamblang, dicontohkan Papang, terlihat pada kasus dugaan pelanggaran HAM dalam peristiwa penembakan terhadap pengunjuk rasa di Paniai pada 8 Desember 2014. 

Ketika itu, ratusan warga berkumpul untuk berunjuk rasa di dekat markas militer dan polisi setempat di kota Eranotali, Kabupaten Paniai. "Demonstrasi ini merupakan respons warga atas dugaan pemukulan 11 anak Papua oleh personel militer sehari sebelumnya," terang Papang.