ATVSI: Jangan televisi diawasi ketat, OTT bisa bebas

Jika, OTT terbebas dari regulasi yang berlaku di Indonesia, iklim kompetisi industri penyiaran semakin tidak sehat.

ilustrasi TV berlangganan. Foto: Pixabay

Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menuntut adanya kesetaraan dalam penyaluran konten penyiaran. Layanan konten berupa data, informasi, atau multimedia berbasis jaringan internet (over the top/OTT), seperti Netflix perlu diatur dan diawasi regulasi.

"Kami bermain dalam suatu area yang sama. Jadi, jangan televisi begitu ketat diawasi, begitu dilarang segala macamnya, tetapi OTT bisa begitu bebas di internet," kata Ketua ATVSI Syafril Nasution, dalam diskusi Webinar Alinea Forum, Selasa (30/6).

Jika, OTT bisa terbebas dari regulasi yang berlaku di Indonesia, maka iklim kompetisi dalam industri penyiaran semakin tidak sehat. Menurut Syafril, perlakuan diskriminatif akan terlihat jika OTT dibiarkan tanpa pengawasan. 

Sedangkan, industri televisi swasta di Indonesia harus mematuhi regulasi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2020 tentang Penyiaran dan berada dalam pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Dia menjelaskan, dalam industri televisi pihaknya tidak menyamakan negara dengan negara lain karena budayanya beda. "Di Indonesia ini paling banter, ada film kartun yang menampilkan bikini saja sudah pernah mendapat teguran dari KPI. Sedangkan, OTT itu sama sekali bebas, bisa dikatakan tanpa sensor, tanpa aturan, dan tanpa kontrol," urai Syafril.