sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

ATVSI: Jangan televisi diawasi ketat, OTT bisa bebas

Jika, OTT terbebas dari regulasi yang berlaku di Indonesia, iklim kompetisi industri penyiaran semakin tidak sehat.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Selasa, 30 Jun 2020 20:16 WIB
ATVSI: Jangan televisi diawasi ketat, OTT bisa bebas

Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) menuntut adanya kesetaraan dalam penyaluran konten penyiaran. Layanan konten berupa data, informasi, atau multimedia berbasis jaringan internet (over the top/OTT), seperti Netflix perlu diatur dan diawasi regulasi.

"Kami bermain dalam suatu area yang sama. Jadi, jangan televisi begitu ketat diawasi, begitu dilarang segala macamnya, tetapi OTT bisa begitu bebas di internet," kata Ketua ATVSI Syafril Nasution, dalam diskusi Webinar Alinea Forum, Selasa (30/6).

Jika, OTT bisa terbebas dari regulasi yang berlaku di Indonesia, maka iklim kompetisi dalam industri penyiaran semakin tidak sehat. Menurut Syafril, perlakuan diskriminatif akan terlihat jika OTT dibiarkan tanpa pengawasan. 

Sedangkan, industri televisi swasta di Indonesia harus mematuhi regulasi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2020 tentang Penyiaran dan berada dalam pengawasan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Dia menjelaskan, dalam industri televisi pihaknya tidak menyamakan negara dengan negara lain karena budayanya beda. "Di Indonesia ini paling banter, ada film kartun yang menampilkan bikini saja sudah pernah mendapat teguran dari KPI. Sedangkan, OTT itu sama sekali bebas, bisa dikatakan tanpa sensor, tanpa aturan, dan tanpa kontrol," urai Syafril.

Dia menjelaskan, industri televisi swasta telah diatur KPI terkait konten hingga iklan. Misalnya, siaran bernuansa dewasa tidak bisa ditayangkan sebelum pukul 22.00.

Sebab, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga mengatur ijin siaran industri televisi swasta. Sedangkan, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menjaga hak kekayaan intelektual (HKI). Artinya, industri televisi swasta bakal membayar royalti jika menayangkan film atau memutar musik karya pekerja seni.

Masalahnya, saat ini banyak remaja telah beralih dari menonton televisi ke berselancar bebas di internet menggunakan gadget. Selain itu, KPI perlu dilakukan pengawasan terhadap OTT. 

Sponsored

Di sisi lain, ATVSI meminta, kesetaraan dalam peraturan perpajakan (fiscal) bagi semua pelaku usaha penyiaran. Tidak terkecuali OTT. "Setara dengan apa yang telah kami bayarkan selama ini. Kami, membayar pungutan biaya hak penyelenggaraan (BHP) telekomunikasi, izin stasiun radio (ISR). Sebab, kami menggunakan frekuensi radio. Saya berharap, OTT mendapatkan hukum administrasi yang setara, harus ada ijin hingga proses segala macamnya," tutur Syafril.

Berita Lainnya
×
tekid