Bakamla: Tata kelola keamanan laut belum optimal

Para pelaku ekonomi kerap diperiksa aparat yang berbeda untuk objek hukum yang sama

Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksdya TNI Aan Kurnia. Foto BNPB

Tata kelola keamanan laut di Indonesia dinilai belum optimal. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya tumpang tindih kewenangan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia, yang dampaknya cukup dirasakan oleh pelaku ekonomi.

Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksdya TNI Aan Kurnia, mengatakan, pada praktiknya, para pelaku ekonomi kerap diperiksa aparat berbeda untuk objek hukum yang sama, dan berimplikasi pada peningkatan biaya logistik.

Aan menerangkan, tata kelola keamanan laut yang ideal mesti dibangun dari peran elemen kelembagaan yang dilandaskan pada kesamaan visi dan paradigma, serta penyerderhanaan peraturan.

“Kemudian proses tata kelola keamanan laut ini dikelola dalam satu pintu. Sehingga output dari tata kelola satu pintu ini adalah tata kelola keamanan laut yang baik dan terbangun sistem kewaspadaan maritim, serta pemanfaatan sumber daya secara optimal dan pertumbuhan ekonomi,” papar Aan lewat keterangan tertulis, Senin (22/6) malam.

Selain berdampak kepada pelaku ekonomi, masalah ini berpotensi juga pada ancaman keamanan laut. Hingga saat ini, setidaknya ada delapan bentuk ancaman faktual dan potensial terjadi di laut. Yakni, pelanggaran wilayah, perompakan bersenjata, kecelakaan di laut, trans organized crime,  praktik penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUUF), pencemaran di laut, terorisme di laut, dan invasi.