Banyak masalah, pemerintah diminta tak buru-buru sahkan RKUHP

Aktivis minta pidana mati dihapuskan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Banyak kursi anggota dewan kosong dalam Rapat Paripurna DPR./ Antara Foto

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform, Madina Rahmawati, menilai masih ada 18 persoalan mengenai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sampai saat ini masih belum selesai. Karena itu, ia meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk tidak terburu- buru mengesahkan RKUHP yang rencananya disahkan pada 8 Mei 2019.

“Sampai dengan draf sidang terbuka pada 28 Mei 2018 dan draf internal pemerintah terakhir yang bisa didapat yaitu 9 Juli 2018, pihaknya mencatat sedikitnya masih ada 18 masalah yang belum terselesaikan dalam RKUHP,” kata Madina, di Jakarta pada Mingu (5/5).

Madina menjelaskan, beberapa persoalan yang belum selesai di antaranya masalah pidana mati yang seharusnya dihapuskan, pengaturan tindak pidana korporasi yang masih tumpang tindih antarpasal dalam RKUHP, kriminalisasi aborsi belum sesuai dengan pengecualian dalam UU Kesehatan, dan lain sebagainya.

"Kami meminta pemerintah dan DPR tidak terburu-buru mengesahkan RKUHP karena RKUHP masih memiliki banyak permasalahan," ujarnya. 

Selama masa penundaan, kata Madina, sekalipun pemerintah menyatakan terus membahas RKUHP, tidak ada satu pun perubahan terkait draf yang diberikan kepada masyarakat. Padahal, beberapa perubahan krusial sebelumnya berasal dari rapat internal pemerintah. Publik juga tidak pernah mengetahui pihak-pihak yang dilibatkan dalam rapat tersebut.