Bara konflik 'perebutan' hutan Jawa setelah SK Menteri Siti terbit

Di Karawang, muncul kelompok-kelompok masyarakat yang mengklaim berhak mengelola hutan yang sebelumnya dikuasai Perhutani.

Ilustrasi hutan Jawa yang dikelola Perhutani dan warga. Alinea.id/Muji

Ketua Lembaga Desa Masyarakat Hutan (LMDH) Wana Sejahtera Deni Hilman Syahbani terperangah saat mendapati puluhan orang berkumpul di bibir jalan akses menuju kawasan hutan produksi Perusahaan Umum (Perum) Perhutani di Telukjambe, Karawang, Jawa Barat, Rabu (6/4). Ia tak mengira hari itu bakal ada aksi unjuk rasa di kawasan tersebut. 

“Sehari setelah terbit SK Menteri LHK soal KHDPK itu, tiba-tiba ramai-ramai orang asing datang ke kawasan hutan di Teluk Jambe dengan dalih reforma agraria. Banyak spanduk di mana-mana bertuliskan Perhutani dilarang masuk,” ujar Deni saat berbincang dengan Alinea.id mengenai peristiwa itu, Rabu (25/5).

SK yang dimaksud Deni ialah Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor SK.287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tentang Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). Aturan itu terbit pada Selasa (5/4). Menteri KLHK Siti Nurbaya meneken SK itu pada April 2022. 

Isi SK utamanya mengatur tata kelola pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang ada di Pulau Jawa yang selama ini dikelola Perhutani. Tertulis dalam SK itu, sebanyak 1,1 juta hektare kawasan hutan yang dikelola Perhutani akan "dialihkan" kepada perorangan. 

Dalam aksi unjuk rasa kecil awal Mei itu, LMDH juga turut jadi sasaran tembak. Menurut Deni, salah satu spanduk yang dibawa peserta aksi bertuliskan "Cabut LMDH". Di Teluk Jambe, LMDH Wana Sejahtera merupakan salah satu LMDH yang telah bertahun-tahun bekerja sama dengan Perhutani mengelola hutan produksi.