Belajar dari pandemi flu Spanyol, pemerintah perlu waspadai hoaks

Hoaks yang beredar di tengah flu Spanyol memperparah penderitaan masyarakat di tengah pandemi.

Ravando Lie, kandidat Doktor Sejarah University of Melbourne (di layar kaca) saat diskusi virtual di Graha BNPB, Jakarta (31/7). Foto BNPB

Pandemi flu Spanyol yang menimpa Hindia Belanda pada 1918, ternyata diwarnai oleh berhembusnya hoaks. Hal itu memperparah penderitaan masyarakat di tengah pandemi flu Spanyol.

“Yang paling unik dan lucu, di desa Pagutan, Wonogiri, beredar kabar bahwa ikan lele bisa dijadikan obat penangkal flu Spanyol. Yang mana pada akhirnya itu ketahuan bahwa hanyalah akal-akal pedagang lele saja,” tutur Kandidat Doktor Sejarah di University of Melbourne Ravando Lie, dalam diskusi virtual di Graha BNPB, Jakarta (31/7).

Hoaks ikan lele bisa menangkal flu Spanyol berbuah hasil. Stok ikan lele ludes di pasaran dan harga pun melambung berkali-kali lipat. Fenomena meraup untung dari hoaks ikan lele merembet ke berbagai wilayah-wilayah lain di Wonogiri.

Ravando juga menemukan fenomena unik dan lucu di Purwokerto. Di sana, muncul beberapa orang yang mengklaim telah berjumpa dengan Nyi Loro Kidul. Mereka mematok uang kepada orang-orang yang ingin terhindar dari flu Spanyol.

“Ketika ingin diselamatkan, maka harus datang ke rumahnya. Untuk kemudian menyumbang dan mereka akan didoakan dan sejenisnya. Untuk bisa disebut bahwa mereka bakal selamat dari flu Spanyol,” ucapnya.