Benang kusut jerat hukum truk over dimensi

Pengemudi truk over dimensi kini bisa dijerat pidana.

Ilustrasi truk over dimention dan overload (ODOL). Alinea.id/Oky Diaz

Dosen hukum pidana Universitas Nusa Cendana Bernard L Tanya jadi tamu spesial dalam rapat kelompok kerja perumusan peraturan Kepala Korlantas Polri di Fave Hotel, Cililitan, Jakarta Timur, pertengahan November lalu. Sukses membantu kepolisian menjerat pemilik truk over dimensi pada 2019, argumentasi hukum Bernard dipandang penting untuk dijadikan rujukan Korlantas. 
  
"Saya diminta untuk membaca Pasal 277 itu. Setelah kami pelajari dan saya baca pasal itu berserta kepentingan hukumannya, saya lihat memang secara eksplisit tidak menyasar pengguna," ujar Bernard saat ditemui Alinea.id di lobi Fave Hotel, Cililitan, Minggu (15/11).

Pasal yang dimaksud Bernard ialah Pasal 277 pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Pada intinya, pasal itu memuat sanksi pidana 1 tahun dan denda Rp24 juta terhadap mereka yang merakit atau memodifikasi kendaraan yang menyebabkan perubahan tipe kendaraan tersebut. 

Pada pasal 50 UU yang sama berbunyi, "Uji tipe wajib dilakukan bagi setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan, yang diimpor dan/atau dirakit di dalam negeri serta modifikasi kendaraan bermotor yang menyebabkan perubahan uji tipe." Itu artinya kendaraan yang dimodifikasi tanpa uji tipe lagi melanggar aturan. 

Bernard mengisahkan, ia diminta Satlantas Polrestabes Semarang jadi saksi ahli di persidangan kasus pelanggaran truk over dimensi, tahun lalu. Ketika itu, penyidik Polrestabes Semarang kebingungan mencari dalil hukum menjerat pengemudi sebuah truk over dimensi.

Perkara itu bermula saat Satlantas Polrestabes Semarang menilang kendaraan jenis truk Hino Light Truk Box bernomor polisi A 9169 ZB yang melanggar lalu lintas di Jalan Jenderal Sudirman, Semarang pada 4 Desember 2019. Setelah diperiksa, ditemukan ada perbedaan ukuran dimensi fisik truk dengan yang tertera di buku KIR.