close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi sirine./Foto Max Fleischmann/Unsplash.com
icon caption
Ilustrasi sirine./Foto Max Fleischmann/Unsplash.com
Peristiwa
Sabtu, 20 September 2025 11:53

Apa itu “stop tot tot wuk wuk” dan bagaimana aturannya?

Beberapa hari belakangan, di media sosial ramai gerakan protes ini.
swipe

Belakangan media sosial ramai dengan protes warga terhadap penggunaan strobo dan sirine di jalan raya maupun jalan tol untuk membelah kemacetan. Protes itu menggema menjadi gerakan “stop tot tot wuk wuk”. Tak cuma di media sosial, protes ini pun muncul di luring.

Apa inti dari gerakan ini?

Salah satu akun Instagram yang menggaungkan protes ini adalah @progresip_. Dalam unggahannya, @progresip_ mengingatkan, cuma kendaraaan darurat dan tertentu yang berhak pakai strobo atau sirine. “Selain itu? Melanggar hukum,” tulis keterangan dalam unggahan @progresip_, Selasa (16/9).

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Polandia, Peter F. Gontha beberapa waktu lalu juga ikut menyuarakan dukungan terhadap protes ini, dengan mengunggah stiker digital.

“Kita rame-rame bikin sticker ini, yang banyak dan bagi-bagi kan kepada siapa saja,” tulis Peter dalam unggahan pada Jumat (5/9).

Keluhan masyarakat banyak tertuju pada kendaraan pejabat yang dikawal, meski tidak dalam keadaan darurat. Bahkan, tidak sedikit kendaraan berpelat sipil yang ikut menggunakan strobo dan sirene, seolah memiliki hak istimewa di jalan.

Gerakan ini hadir sebagai bentuk protes nyata terhadap penyalahgunaan strobo dan sirene ilegal yang kerap dipakai untuk menerobos kemacetan, sehingga menciptakan ketidakadilan di jalan raya.

Dengan cara yang unik, protes ini dilakukan melalui pemasangan stiker khusus di kendaraan pribadi. Pesan yang disampaikan sederhana namun tegas: menolak arogansi pengguna strobo dan sirene ilegal.

Stiker yang ditempel berisi sindirian, seperti “Hidupmu dari pajak kami. Stop strobo & sirine!!” dan “Kecuali ambulance & damkar, stop stobo dan sirine. Kalian hidup dari pajak kami.” Publik pun menolak memberikan jalan pada kendaraan-kendaraan yang menggunakan sirine.

Apa tanggapan kepolisian dan Istana?

Kepala Koprs Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri, Agus Suryonugroho mengatakan, Polri sudah membekukan penggunaan rotator dan sirine mobil pengawalan (patwal). “Itu karena ini (sirine) juga masyarakat terganggu, apalagi (lalu lintas) padat,” kata Agus di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/9), dikutip dari Antara.

Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) sekaligus juru bicara Presiden, Prasetyo Hadi mengingatkan para pejabat negara agar tak menyalahgunakan sirine dan fasilitas pengawalan. Dia menekankan pentingnya menghormati pengguna jalan lain, baik saat berkendara dengan mobil dinas maupun dengan pengawalan voorijder.

Prasetyo menjelaskan, Kementerian Sekretariat Negara sudah mengeluarkan surat edaran yang meminta semua pejabat negara untuk mematuhi aturan hukum terkait penggunaan sirine dan pengawalan.

“Kita (sebagai pejabat negara) harus memperhatikan ketertiban masyarakat, pengguna jalan yang lain, sehingga bukan berarti fasilitas tersebut (digunakan) semena-mena atau semau-maunya. Itu terus yang kita dorong,” ujar Prasetyo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/9), dikutip dari Antara.

Prasetyo menambahkan, memang ada pejabat yang menggunakan sirine untuk menghemat waktu perjalanan, namun ia menegaskan, Presiden Prabowo Subianto sendiri memberi contoh dengan tidak selalu menggunakan sirine atau fasilitas khusus.

"Beliau (Presiden Prabowo) sendiri dalam mendapatkan pengawalan, di dalam berlalu lintas itu juga sering ikut bermacet-macet, Kalau pun lampu merah, (kendaraannya) juga berhenti ketika tidak ada sesuatu yang sangat terburu-buru mencapai tempat tertentu, kata Prasetyo.

Bagaimana seharusnya aturannya?

Penggunaan strobo dan sirine untuk kendaraan diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam pasal 135 ayat (1) aturan itu disebutkan, kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 134 harus dikawal oleh petugas kepolisian dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirine.

Dalam pasal 134 beleid itu disebutkan, pengguna jalan yang mendapat hak utama, antara lain kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melakukan tugas, ambulans yang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, kendaraan pimpinan lembaga negara, kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah, serta konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan kepolisian.

Berkaca pada aturan pasal 134 ini, tak ada ketentuan tentang hak utama bagi kendaraan dinas pejabat dan sipil, hanya ada kendaraan pimpinan lembaga negara. Namun, ada hak utama bagi kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan kepolisian.

Pasal itu juga menyebut, kendaraan-kendaraan ini mendapat hak utama untuk didahulukan, sesuai dengan urutan. Lalu, dalam pasal 59 aturan itu menyatakan kendaraan yang boleh menggunakan sirine dan strobo. Pada ayat (5) pasal tersebut menyatakan, lampu isyarat warna biru dan sirine digunakan untuk kendaraan petugas kepolisian; lampu isyarat warna merah dan sirine digunakan untuk kendaraan tahanan, pengawalan TNI, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah; serta lampu isyarat warna kuning tanpa sirine digunakan untuk kendaraan patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek kendaraan, dan angkutan barang khusus.

Kemudian, pasal 287 ayat (4) mengatur soal sanksi bagi pengendara yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar seperti diatur dalam pasal 59, 106, dan 134. Pelanggarnya dipidana kurungan paling lama sebulan atau denda paling banyak Rp250.000.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan