BRIN sebut sistem peringatan dini tsunami Ina-TEWS mahal, tidak cocok di Indonesia

BRIN mengklaim Indonesia belum pernah menerapkan Ina-TEWS.

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko (pegang mik), sebut proyek peringatan dini tsunami Ina-TEWS mahal dan tidak cocok diterapkan di Indonesia. Alinea.id/Marselinus Gual

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, mengatakan, penghentian program sistem deteksi tsunami dini berbasis kabel optik (Ina-TEWS) bukan karena masalah anggaran, melainkan mahal dan tidak cocok diterapkan di Indonesia.

 "Jadi, apa yang dilakukan di BRIN dan pada saat itu di BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) adalah riset. Jadi, kita belum pernah mengoperasikan alat yang namanya alat pendeteksi dini tsunami, belum pernah ada," katanya dalam konferensi pers di Gedung BJ Habibie, Jakarta, pada Jumat (10/2).

"Itu karena BRIN atau BPPT dulu tidak pernah menjadi operator alat pendeteksi dini tsunami. Yang operator seharusnya BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika). Jadi, yang kita lakukan adalah riset untuk membuat sistem pendeteksi dini tsunami yang paling baik," imbuhnya.

Ina-TEWS adalah sistem peringatan dini tsunami yang komprehensif, termasuk menerapkan teknologi decision support system (DSS). Sistem ini diresmikan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pada 2008.

Handoko melanjutkan, program Ina-TEWS yang dihentikan dengan dalih sensor berbasis kabel optik di laut itu tidak berhasil. BMKG pun disebut keberatan dengan sistem tersebut.