Dosen Monash University: Butuh usaha ekstra untuk uji materi UU Cipker

Menentukan pasal mana dalam konstitusi untuk dasar gugatannya bukan perkara mudah.

Petugas keamanan melintas di depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (23/5/2019)./AntaraFoto

Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers pada Jumat, (9/10) merespons perkembangan protes elemen masyarakat atas disahkannya UU Cipta Kerja (UU CK) dengan mempersilakan untuk mengajukan gugatan uji materi UU CK ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dosen Senior Fakultas Hukum Monash University Australia Nadirsyah Hosen, mengatakan, narasi silakan menggugat ke MK itu pada satu sisi benar. Namun, jika tidak disikapi dengan hati-hati bisa mengundang kesalahpahaman dan ketidaksesuaian.

"Yang akan digugat ke MK itu harus jelas pasal yang mau dipermasalahkan. Kalaupun dikabulkan, maka yang akan dibatalkan MK hanya pasal yang digugat saja, sementara pasal yang lain aman. Jika pasal yang digugat dan dibatalkan MK itu sangat krusial dalam UU CK maka ada peluang bagi MK untuk membatalkan UU CK secara keseluruhan. Mengingat UU CK bicara tentang banyak bidang maka tampaknya tidak akan ada satu pasal pun yang sangat krusial yang dapat membatalkan UU CK," papar dia dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (10/10).

Itu artinya, jelas dia, narasi silakan gugat ke MK itu hanya terbatas pada pasal yang dianggap bermasalah saja. Ini membutuhkan usaha ekstra untuk menggugat UU CK per bidang dan per pasal. Perlu kerja sama semua pihak terkait (akademisi, tokoh masyarakat, ormas, dan rakyat) yang hendak melakukan uji materi ke MK.

Sebenarnya semua pasal dalam UU CK dapat digugat ke MK, sepanjang didalilkan bertentangan dengan UUD 1945. Hanya saja, menentukan pasal mana dalam konstitusi untuk dasar gugatannya bukan perkara mudah. Kadang kala norma hukum dalam UU yang bersifat teknis kebijakan cenderung susah digugat karena ketiadaan pasal cantolan di UUD 1945 yang bisa dijadikan argumen.