Cegah radikalisme, mahasiswa dinilai perlu pembinaan Pancasila

Paparan radikalisme di kampus dinilai disebabkan tak adanya organisasi yang mengawal ideologi bangsa.

Menristekdikti Mohamad Nasir tiba di Aula Barat Kampus ITB dalam rangkaian kunjungan kerja di Bandung, Jawa Barat, Jumat (1/2)./ Antara Foto

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir, menilai bahwa persoalan berkebangsaan menjadi salah satu masalah utama di kalangan mahasiswa Indonesia. Hal ini membuat sejumlah mahasiswa terkena paparan radikalisme.

Mengutip hasil survei Alvara Research Center dan Mata Air Foundation pada 2017, Nasir menyebut 23,5% dari 1.800 mahasiswa yang diteliti dari 25 universitas di Indonesia, memiliki paham yang cukup radikal.

"Lebih dari 23% yang berpotensi radikal itu karena apa? Karena tidak ada kelompok organisasi mahasiswa yang mengawal ideologi bangsa yang masuk ke dalam kampus. Ini menjadi penting," kata Nasir dalam dialog interaktif di Gedung Kemenristekdikti, Jakarta, Selasa (5/2).

Radikalisme, lanjutnya, dapat memecah belah bangsa dan bersifat destruktif terhadap kegiatan berkebangsaan. Untuk mencegahnya, Nasir menekankan perlu adanya refleksi radikalisme di kampus-kampus.

Menurutnya, perlu ada kegiatan-kegiatan di kampus yang didesain untuk mengedepankan empat unsur konsensus dasar berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.