Cemas bansos tunai dikorupsi, pemerintah diminta transparan

Namun, ICW berpendapat, risiko korupsi akan lebih besar terjadi apabila bansos yang disalurkan dalam bentuk sembako.

Warga menunjukkan uang tunai saat penyaluran bansos tunai tahap VIII di Kantor Desa Rangkasbitung Timur, Kabupaten Lebak, Banten, Jumat (13/11/2020). Foto Antara/M. Bagus Khoirunas

Indonesia Corruption Watch (ICW) khawatir masih ada korupsi bantuan sosial (bansos) meskipun Kementerian Sosial (Kemensos) telah mengganti mekanismenya menjadi uang tunai. Peneliti ICW, Almas Sjafrina, berpendapat, bukan tak mungkin masih ada bansos dalam bentuk sembako di daerah.

Kebutuhan masyarakat terhadap bansos sembako dinilai wajar karena publik diminta tetap di rumah selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Namun di sisi lain, ICW berpendapat, tingkat kerawanan format ini lebih besar dikorupsi.

"Di situ sangat rentan penunjukkan penyedia bukan didasarkan pada pengalaman atau misalnya penyediannya terdaftar dalam e-Katalog, melainkan berdasarkan hal-hal yang berbau nepotisme karena ada suap, kedekatan, fee, dan lain-lain," jelas Almas saat diskusi daring, Selasa (6/7).

Di samping itu, dirinya meminta masyarakat tak menyepelekan ancaman korupsi kecil. Dalam bansos tunai, imbuhnya, bukan tak mungkin ada pungutan liar di tingkat bawah.

"Warga yang harusnya terima bansos Rp300.000 atau BLT (bantuan langsung tunai) dana desa Rp600.000, kemudian dikurangi jumlah bantuan sosialnya," katanya.