'Gaji numpang lewat': Cerita buruh yang tak pernah merasakan upah minimum

Ketentuan UMR masih kerap tak dipatuhi perusahaan.

Ilustrasi buruh dan pekerja. Alinea.id/Firgie Saputra

Nurlela, 48 tahun, "tak tahan" lagi. Agustus lalu, ibu satu anak itu resmi mengundurkan diri sebagai pegawai di PT Lestari Busana Anggun Mahkota. Bekerja selama bertahun-tahun di perusahaan tekstil itu, Nurlela merasa tak pernah dibayar sesuai dengan beban kerja yang ia pikul. 

Di perusahaan yang berlokasi di Tangerang Selatan itu, Nurlela hanya dibayar Rp150 ribu per hari. Setiap hari, ia bekerja selama 9 jam, dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Jika sedang libur, ia tidak dibayar. Jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan pun tak didapat. 

"Manajemen (memberikan beban) kerjanya lebih banyak di perusahaan yang lama. Makanya, saya mengundurkan diri,” tutur Nurlela saat berbincang dengan Alinea.id, Selasa (23/11).

Nurlela memang tak lama menganggur. Kini, ibu satu anak itu sudah kembali bekerja di salah satu pabrik tekstil di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Sempat berharap bakal naik gaji, ia hanya diupah sebesar Rp150.000 per hari atau sama dengan sebelumnya.

Meski begitu, Nurlela tak begitu keberatan. Pasalnya, jam kerja dia berkurang. Sehari, ia hanya bekerja selama delapan jam. Dengan estimasi sebulan ia masuk selama 22 hari, Nurlela rata-rata membawa pulang pendapatan sebesar Rp3.300.000.