Yang tinggal di kampung tenggelam: Seiring waktu, saya terbiasa hidup sama air

Selama bertahun-tahun, warga di sejumlah daerah di DKI dan Tangerang hidup di bawah kepungan air laut.

Suasana Kampung Apung, Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, Kamis (12/8). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin/Enrico J.P.

Di teras rumah kayu itu, Maksum, 62 tahun, tengah menyuapi cucunya yang berusia tiga tahun. Si cucu berontak. Kaki-kaki kecilnya ingin merangkak. Meski kewalahan, Maksum tak mau melepaskan cucunya itu dari dekapan. 

Rumah Maksum ada di Kampung Apung, Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat. Luasnya sekitar setengah lapangan bulutangkis. Di bawah rumah yang ditopang pondasi kayu itu, ada air sedalam tiga meter mengepung dari semua penjuru. 

Maksum pernah trauma melihat genangan air itu. Sepuluh tahun lalu, anak bungsunya pernah jatuh, tenggelam, dan mati. Ketika itu, usia si bungsu baru empat tahun, setahun lebih tua dari cucu yang tengah ia asuh. 

"Kalau dia (anak bungsu Maksum) masih ada, mungkin sekarang dia sudah SMP kelas satu atau kelas dua," tutur Maksum saat berbincang dengan Alinea.id di kediamannya, Kamis (12/8). 

Maksum menetap di Kampung Apung sejak awal dekade 1980-an. Tak lama setelah peristiwa kematian anak bungsunya, Maksum sempat merantau ke Magelang, Jawa Tengah. Di sana, ia sempat menyambung nyawa dengan berjualan kue pukis. "Gara-gara dia enggak ada (meninggal), saya drop kalau lihat ke bawah (air)," imbuh dia.