Coret syarat LHKPN, Pansel Capim KPK dinilai tak paham aturan

Disebutkan pada Pasal 29 UU KPK, calon pimpinan KPK wajib mengumumkan kekayaannya.

Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar (kanan) dan Direktur Eksekutif Pusako Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari (kedua kanan) dalam sebuah diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (30/7). Alinea.id/Fadli Mubarok

Proses seleksi calon pimpinan seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) menuai kritik. Panitia seleksi capim KPK dinilai mengindahkan sejumlah aturan dalam menggelar seleksi terhadap para kandidat capim KPK. 

Salah satunya ialah terkait syarat menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang ditiadakan pansel. Menurut pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar, Pansel Capim KPK gagal menafsirkan Pasal 29 angka 11 UU KPK saat menghilangkan syarat LHKPN. 

"Kenapa? Karena Pasal 29 UU KPK itu jelas sebenarnya mengatakan untuk dapat dipilih...Berarti seleksi kan prosesnya. Jadi, untuk dapat dipilih menjadi komisioner atau pimpinan KPK maka dia harus memiliki salah satunya adalah lulus LHKPN dalam seleksi," ujar Zainal dalam sebuah diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (30/7).

Diterangkan pada pasal tersebut, untuk dapat diangkat sebagai pimpinan KPK, seseorang harus memenuhi sejumlah persyaratan. Salah satunya ialah mengumumkan kekayaannya sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. 

Menurut Zainal, pelaporan LHKPN merupakan syarat yang tidak boleh dikesampingkan dalam seleksi capim KPK. LHKPN diperlukan guna menakar kepatuhan para capim KPK terhadap aturan hukum yang berlaku dan rekam jejak mereka terkait kasus-kasus yang terindikasi korupsi.