Di balik menghilangnya tawuran di Tambora

Sejak Ramadan, tak ada tawuran di Tambora. Namun, Kapolsek Tambora pesimistis prestasi itu bisa dipertahankan.

Ilustrasi permukiman warga di Tambora. /Foto Antara

Lima hari setelah Lebaran, ruas Jalan KH. Moh. Mansyur, Tambora, Jakarta Barat terlihat lengang. Tak banyak kendaraaan yang melaju di jalan sepanjang 2,6 kilometer yang melintasi 7 kelurahan itu. Di kanan-kiri jalan, sejumlah toko masih tutup. 

Menghindari terik matahari yang menyengat, Suherwi, 54 tahun, berteduh di bawah sebatang pohon di pinggir jalan. Ia ngadem tak jauh dari sebuah rumah makan padang di Jl. KH. Moh. Mansyur. Sehari-hari, Suherwi bekerja sebagai juru parkir di restoran itu. 

Tambora adalah kecamatan terpadat di Asia Tenggara. Kawasan tersebut minim ruang terbuka hijau dan pepohonan. Tapi, bukan itu saja yang bikin Tambora panas. Menurut Suherwi, Tambora juga "panas" lantaran warganya hobi tawuran. 

“Kalau sudah tawuran, batu gede-gede. Senjata tajam juga ada, mulai dari samurai, parang,” kata pria yang sudah tinggal di Tambora sejak kecil itu saat berbincang dengan Alinea.id, Kamis (27/4). 

Menurut Suherwi, ada tiga kelurahan di Kecamatan Tambora yang warganya dikenal suka tawuran, yakni Tambora, Angke, dan Jembatan Besi. Pihak yang terlibat biasanya remaja dan geng motor. Karena menghubungkan mayoritas kelurahan di Tambora, Jl. KH. Moh. Mansyur kerap dipilih jadi venue tawuran.