Rencana Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung membentuk badan usaha milik daerah (BUMD) khusus untuk perparkiran diprotes Ketua Pansus Perparkiran DPRD DKI Jakarta, Jupiter. Menurut dia, pembentukan BUMD parkir bukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan parkir liar di ibu kota.
"Seperti yang disampaikan juga oleh para ahli, (BUMD) itu tidak menyelesaikan masalah. Ketika membentuk BUMD yang baru, itu hanya menjadi bancakan partai politik. Maaf, saya harus katakan, nilai politiknya terlalu tinggi,” ujar Jupiter kepada wartawan, Rabu (25/6).
Menurut Jupiter, para ahli tata kota sepakat untuk merevisi sejumlah aturan di dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran. Aturan yang ada selama ini dianggap sudah tidak lagi relevan.
Perda baru nantinya akan memberikan wewenang bagi Satpol PP dan kepolisian untuk menindak langsung praktik parkir liar dan merinci aturan pembayaran parkir nontunai.
“Perda tersebut belum pernah direvisi. Padahal, kondisi di lapangan sudah jauh berubah. Maka, perubahan perda menjadi penting,” kata Jupiter.
Wacana pembentukan BUMD Perparkiran ini juga ditanggapi sinis oleh Fachri, 35 tahun. Sehari-hari, Fachri bekerja sebagai juru parkir liar di Pasar Cengkareng, Jakarta Barat. Fachri mengaku khawatir juru parkir sepertinya akan disingkirkan.
"Apalagi, pekerjaan jukir ini pemasukan saya yang utama sehabis abis kontrak kerja di tempat lama," kata Fachri saat berbincang dengan Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.
Namun, ia sepakat bila jukir parkir liar dijadikan pegawai BUMD perparkiran dengan gaji yang layak. "Tetapi, ini mah angan-angan aja. Kayaknya sih bakal diganti orang mereka (dipilih Pemprov DKI," kata Fachri.
Merujuk data dari Unit Pengelola Perpakiran Dishub DKI Jakarta, pendapatan parkir Pemprov DKI cenderung fluktuatif selama 10 tahun terakhir. Pendapatan tertinggi tercatat pada 2017, yakni sebesar Rp107,898 miliar. Pada Maret 2025, angka itu turun signifikan hingga hanya Rp13,738 miliar.
Saat ini, Unit Pengelola Perparkiran DKI saat ini hanya mengelola 69 lokasi parkir non-tepi jalan (off-street parking) atau sekitar 11% dari total 615 lokasi parkir yang ada di DKI Jakarta. Sisanya cenderung dikuasai oleh jukir liar.
Analis kebijakan publik dari Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang, Miftahul Adib pesimistis menilai rencana pembentukan BUMD parkir bakal efektif menutup celah kebocoran PAD. Ia berkaca pada problem pengelolaan sampah di Jakarta. Hingga kini, warga masih ditarik iuran sampah.
"Hari ini masih ribut soal warga ditarik sampah Rp25 ribu. Itu tandanya masih membebani warga. Bagaimana situasi kantibmas itu? Warga juga sukarela membayar tim keamanan bagi yang tidak tinggal di kompleks perumahan. Masih ribut soal bagaimana penataan kota, kampung kumuh masih berjalan," kata Adib kepada Alinea.id.
BUMD perparkiran, kata Adib, hanya efektif jika dikelola secara profesional dan transparan. Namun, ia tak yakin hal itu bakal terjadi. Selama ini, kebocoran PAD dari parkir terkesan dibiarkan. Ia mencontohkan bagaimana lapak-lapak parkir di DKI justru dikelola ormas.
"Memang seolah-olah ada pembiaran. Dikelola ormas karena setor sana- sini kepada para oknum itu, dari orang kelurahan, dari RW, dari camat, sampai ke Satpol PP. Oknum ke Dishub. Kan itu? Intinya sebenarnya sejauh mana mereka bisa mengatasi kebocoran kalau dibikin BUMD perparkiran," kata Adib.
Menurut Adib, satu-satunya cara agar BUMD parkir menjadi bancakan baru elite adalah dengan menyeleksi ketat orang-orang yang akan duduk di dalamnya. Petinggi-petinggi yang mengisi BUMD baru itu jangan sampai hanya jadi perpanjangan tangan orang partai atau rekomendasi orang dalam Pemprov DKI Jakarta..
"Kalau memang ini (Pemprov DKI) bersikeras ingin dibuat BUMD parkir, ya, yang duduk harus benar-benar orang profesional, qualified, dan betul-betul mereka punya target untuk meningkatkan pendapatan asli daerah," kata Adib.