Kenapa TB Simatupang dijuluki "jalur neraka" Jakarta?
Tak seperti ruas-ruas jalan lainnya di ibu kota, Jalan TB Simatupang di Jakarta Selatan seolah tak pernah lancar jaya. Entah itu hari kerja atau akhir pekan, kemacetan parah hampir selalu membekap jalan sepanjang 10,3 kilometer itu.
Belum lama ini, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung bahkan sempat merasakan horor kemacetan di jalur neraka itu. Akhir pekan lalu, kendaraan yang ditumpangi Pramono terjebak kemacetan parah di jalan itu.
"Problemnya ada proyek strategis nasional. Itu proyek pemerintah pusat dan keluhannya memang berkepanjangan. Saya Sabtu kemarin sengaja tidak dikawal, hanya berdua dengan sopir untuk ngecek sendiri, dan memang parah banget," kata Pramono kepada wartawan di Balai Kota, Rabu (20/8) lalu.
TB Simatupang membentang dari persimpangan Jalan Fatmawati hingga Simpang Susun Taman Mini. Jalan ini dalam kondisi normal memiliki lebar sekitar empat hingga lima lajur di beberapa bagian. Tetapi, mayoritas jalan hanya punya dua ruas jalur.
Menurut Pramono, penyebab utama kemacetan ialah keberadaan bedeng-bedeng PSN yang masih beroperasi di sepanjang TB Simatupang. Di berbagai titik, ada banyak proyek galian yang pengerjaannya memakan bahu jalan. Proyek-proyek itu diproyeksikan rampung pada 26 Desember mendatang.
"Saya sudah minta supaya bedeng-bedengnya dikecilin. Tidak seperti sekarang, ada yang gede banget sampai makan (bahu) jalan, ada ekskavatornya parkir di situ," ujar politikus PDI-Perjuangan itu.
PSN yang sedang dibangun di sekitar koridor TB Simatupang saat ini adalah Proyek Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpadu (SPALD-T) untuk mendukung kesehatan warga Jakarta. SPALD-T merupakan sistem pengolahan limbah domestik yang dirancang secara terintegrasi dan modern.
Adapun Pemprov DKI saat ini juga sedang menjalankan sejumlah proyek di jalur neraka itu, semisal pipanisasi air minum Perumda PAM Jaya dari simpang Pasar Minggu hingga kawasan Ampera, pembangunan instalasi pengolahan air limbah PAL Jaya dari kawasan Ampera hingga SPBU Shell Fatmawati, dan pembangunan Sistem Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) di sejumlah titik.
Selain itu, Dinas Bina Marga juga sedang membangun complete street atau jalan lengkap mulai dari SPBU Shell sampai dengan ke Jalan RA Kartini. Proyek itu turut menyebabkan penyempitan ruas jalan TB Simatupang.
Benarkah macet hanya karena PSN?
Sekira sebulan lalu, mantan caleg Partai Gelora yang juga pemilik akun TikTok Bro Gamal, Fariz Egia Gamal bikin video membahas kemacetan di TB Simatupang. Menurut Gamal, persoalan utama yang bikin TB Simatupang selalu macet parah ialah tata kelola.
Di kawasan TB Simatupang, kata dia, semestinya tidak dijadikan area perkantoran. Dengan hanya mengandalkan dua ruas jalan, otomatis hanya satu ruas jalan yang "bebas" dimanfaatkan pengguna jalan. Satu ruas lainnya lazimnya dipakai untuk keluar-masuk kendaraan atau orang di gedung-gedung kantor.
"Nah, itu merupakan penyebab kenapa TB Simatupang selalu macet. Ruasnya udah kesempitan, tetapi kok malah dikasih izin bangunan-bangunan yang traffic-nya tinggi," ujar Gamal di akun TikToknya.
Menurut Gamal, kawasan Jakarta Selatan, termasuk jalur TB Simatupang, mulanya direncanakan hanya sebagai kawasan permukiman dan resapan air. Hanya 40% yang boleh dibangun gedung atau rumah. Sebanyak 60% area harus berbentuk resapan air.
Pembangunan gedung-gedung tinggi di kawasan TB Simatupang, kata Gamal, mulai marak sejak 2012. Sejak itu, mulai ada area konservasi yang "diputihkan" sehingga diperbolehkan untuk dibangun gedung-gedung perkantoran.
"Jadinya, (kawasan) komersial yang tidak low density. Salah yang bikin gedung enggak? Enggak. Yang salah itu yang ngasih izin. Yang salah itu logika orang yang memutihkan (area konservasi). Kok lahan konservasi diputihkan," sindir Gamal.

Apa solusi dari para pakar?
Pengamat tata kota Nirwono Joga menilai kemacetan di ruas-ruas jalan TB Simatupang bukan semata problem temporer akibat adanya proyek-proyek pembangunan yang sedang dijalankan pemerintah pusat dan daerah, melainkan problem struktural yang sudah menahun.
"Meski tidak ada proyek, kemacetan tetap terjadi karena hampir semua lahan di kanan-kiri jalan telah dibangun gedung tanpa memperhatikan izin amdal lalu lintas. Akibatnya, satu dari dua lajur sering tidak berfungsi optimal,” ujar Nirwono seperti dikutip dari Kompas.
Sebagai salah satu solusi, ia mengusulkan agar Jalan TB Simatupang dijadikan percontohan Hari Bebas Polusi. Jika efektif, program bisa dilakukan rutin di awal bulan atau di hari-hari tertentu dan diperluas ke jalur-jalur langganan macet lainnya di Jakarta, semisal Daan Mogot dan Kalimalang.
Hari Bebas Polusi, kata Nirwono, tak bisa jalan sendirian. Harus ada langkah-langkah pendukung, seperti peningkatan akses terhadap transportasi massal dan park and ride.
"Disediakan di titik strategis wilayah penyangga. Warga bisa memarkir kendaraan pribadi dan melanjutkan perjalanan dengan transportasi massal," jelas dia.


