Diduga terima suap, KPK diminta bernyali periksa Kapolri

Tito Karnavian tercatat paling banyak menerima uang dari  dari Basuki. Itu baik diberikan secara langsung maupun melalui orang lain.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (tengah) bersama Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kiri), Laode Muhammad Syarif (kedua kiri), Basaria Panjaitan (kedua kanan), dan Alexander Marwata (kanan) menyimak pertanyaan Ketua Komisi III DPR Kahar Muzakir pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (3/10). Antara Foto

Mantan wakil ketua KPK, Bambang Widjojanto, mempertanyakan nyali pimpinan KPK saat ini untuk menyelidiki lebih lanjut kasus korupsi yang menjerat bos CV Sumber Laut Perkasa, Basuki Hariman, dengan memeriksa Kapolri, Jenderal Pol Tito Karnavian. Diketahui, Tito menerima aliran dana dari Basuki.

"Pimpinan KPK tengah “diuji” dan publik diseantero republik sedang mengamati, apakah masih punya “sedikit” nyali untuk membongkar kasus ini hingga tuntas, setidaknya memanggil dan memeriksa Tito Karnavian," kata Bambang melalui keterangan resminya di Jakarta pada Selasa, 9 Oktober 2018.

Menurut Bambang, Tito Karnavian tercatat paling banyak menerima uang dari  dari Basuki. Itu baik diberikan secara langsung maupun melalui orang lain. Pemberian tersebut dilakukan ketika Tito masih menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada periode Maret-Juli 2016. Termasuk juga ketika sudah dilantik sebagai Kepala Kepolisian RI.

Dugaan adanya aliran dan kepada Tito Karnavian terungkap melalui Berita Acara Pemeriksaan atau BAP yang dibuat oleh penyidik KPK bernama Surya Tarmiani pada 9 Maret 2017. Dalam BAP tersebut memuat keterangan adanya 68 transaksi yang tercatat dalam buku bank merah atas nama Serang Noor IR. Selain itu, ada 19 catatan transaksi untuk individu yang terkait dengan institusi Polri.

Namun, beberapa catatan yang menjadi barang bukti dalam kasus tersebut dirusak atau hilang. Itu terjadi setelah bekas dua penyidik KPK, Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisarisaris Harun. Roland dan Harun diduga telah merobek 15 lembar catatan transaksi dalam buku bank tersebut dan membubuhkan tip ex untuk menghapus sejumlah nama penerima uang dari Basuki.