Sengsara mereka yang diperbudak di laut: Dari suntik morfin hingga minum air AC

Mantan anak buah kapal penangkap ikan berbendera asing mengisahkan perlakuan tak manusiawi yang mereka alami saat melaut.

Perbudakan ABK di kapal penangkap ikan masih marak terjadi. Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan

Satu jam sebelum kapal yang membawanya memasuki sebuah pelabuhan di Taiwan, Saefudin mengganti bajunya yang telah compang-camping. Sambil berganti baju, benaknya melayang ke kampung halamannya di Bandung, Jawa Barat. Rasa lega mulai terbersit.  

"Itu satu-satunya baju saya selama disandera perompak Somalia," tutur Saefudin saat berbincang dengan Alinea.id melalui sambungan telepon, Jumat (15/5) lalu.

Saefudin merupakan satu dari enam anak buah kapal (ABK) kapal Win Far 161 asal Indonesia yang disandera perompak Somalia pada 6 April 2009. Kapal itu dibajak di Cekungan Somalia atau sekitar 184 mil di utara Pulau Seychelles. 

Selama 10 bulan, Saefudin disekap perompak di Win Far 161. Kapal itu ditahan di lepas pantai Harardheere hingga 11 Februari 2010. Ketika itu, para perompak meninggalkan Win Far dan membiarkan kapten kapal mengambil alih kendali.

Bagi Saefudin, penyanderaan itu ibarat pepatah lepas dari mulut harimau masuk mulut buaya. Pasalnya, hidupnya juga sengsara saat bekerja selama berbulan-bulan di Win Far 161. "Rasanya seperti apa, ya, sulit diungkap," ujarnya.