Tim Pengkaji UU ITE pertimbangkan perberat ancaman pidana "pasal karet"

Wacana tersebut muncul usai menerima masukan dari para narasumber dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD).

Ilustrasi. Alinea.id/Sultanah Utarid

Tim Pengkaji Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mempertimbangkan usulan memperberat ancaman pidana pasal-pasal multitafsir usai menerima masukan dari para narasumber dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD).

Terdapat 8 narasumber yang dihadirkan, yaitu pakar hukum pidana UGM, Marcus Priyo Gunarto; pakar hukum pidana Unkris, Indriyanto Seno Adji; Dekan Fakultas Hukum UI, Edmon Makarim; Rektor UNS, Jamal Wiwoho; Sosiolog UI, Imam Prasodjo; pakar hukum pidana UII, Mudzakir, pakar mayantara Unpad, Sigid Suseno; dan pakar hukum pidana UI, Teuku Nasrullah. Mereka diklaim banyak menyinggung urgensi dari pasal-pasal multitafsir UU IT, yang diatur dalam KUHP dan pasal pidana di luar KUHP, seperti Pasal 27 ayat (1) hingga (4), Pasal 28, dan Pasal 29.

"Banyak usulan para narasumber yang menarik untuk didiskusikan lebih lanjut. Misal ada saran agar pasal-pasal yang diatur dalam KUHP cukup ditarik dan dimasukkan di dalam UU ITE, kemudian diperberat ancaman pidananya. Kemudian, ada juga usulan untuk memformulasi ulang pasal-pasal tersebut dengan menggunakan sarana IT," ujar Ketua Tim Pengkaji UU ITE, Sugeng Purnomo, dalam keterangan tertulis, Rabu (17/3).

Para narasumber disebut juga mempersoalkan ketentuan dalam Pasal 36. Alasannya, UU ITE tidak menyebutkan kerugian yang ditimbulkan, tetapi pelaku terancam hingga 12 tahun jika merujuk isi pasal-pasal sebelumnya.

"Sedangkan di dalam domain hukum pidana, apabila kita bilang ada kerugian, maka kerugian itu sifatnya hanya materiel bukan imateriel. Nah, ini tidak ada batasan di dalam pasalnya maupun di bagian penjelasan," ucapnya.