DPD apresiasi pelaksanaan restorative justice oleh Kejagung

Hanya 907 dari 999 perkara yang diusulkan disetujui diselesaikan dengan pendekatan restorative justice.

Wakil Jaksa Agung, Sunarta (tengah), dalam rapat kerja dengan Komite I DPD RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Senin (4/4/2022). Dokumentasi Kejagung

DPD RI menilai, terjadi persegeran paradigma dalam pelaksanaan criminal justice system di Indonesia. Pergeseran itu adalah keadilan retributif atau pembalasan menjadi keadilan restoratif (restorative justice). 

Ketua Komite I DPD, Fachrul Razi, mengatakan, kewenangan itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan. Salah satu isinya, "Korps Adhyaksa" diberikan kebebasan untuk mengedepankan dan menggunakan restorative justice dalam penegakan hukum.

Wewenang ini, sambungnya, disebut juga dengan diskresi penuntutan (prosecutorial discretionary/opportuniteit beginselen) atau kebebasan bertindak menurut penilaian jaksa.

"Tentu dalam penerapannya wajib mempertimbangkan kearifan lokal dan nilai-nilai keadilan yang hidup di masyarakat. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 8 ayat (4) UU 11/2021," katanya dalam rapat kerja Komite I bersama Kejaksaan Agung (Kejagung) di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Senin (4/4).

Pasal itu berbunyi, "Jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dan hati nurani dengan mengindahkan norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya."